FSPMI Surabaya Suarakan Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah

Surabaya, KPonline – Aksi unjuk rasa buruh kembali mewarnai Kota Surabaya pada hari Kamis, 28 Agustus 2025. Ratusan massa dari Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Aneka Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPA FSPMI) turun ke jalan membawa sejumlah tuntutan nasional.

Bacaan Lainnya

Beberapa isu Nasional disuarakan serentak di seluruh Indonesia di Aksi KSPI tanggal 28 Agustus 2025 ini.

 

Ada 6 tuntutan, diantaranya:

1. Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah.

2. Bentuk Satgas PHK.

3. Sahkan RUU Ketenagakerjaan tanpa Omnibus Law.

4. Sahkan RUU Perampasan Aset.

5.Revisi RUU Pemilu – Redesign UU Pemilu.

6.Reformasi Pajak Perburuhan.

 

Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Aneka Industri (PC SPAI) FSPMI Kota Surabaya, Slamet Raharjo, menyampaikan apresiasi kepada perwakilan dari PUK yang telah berpartisipasi dan turut serta dalam aksi menyuarakan aspirasi di Kantor Gubernur Jl. Pahlawan, Surabaya.

 

“Terima kasih kepada kawan-kawan yang hadir. Tuntutan kemarin bukan hanya untuk buruh di Surabaya, tetapi juga berdampak kepada buruh di Indonesia,” ujar Slamet.

 

Selain itu, FSPMI juga menyoroti perlakuan diskriminatif atas Pajak Penghasilan terhadap pekerja perempuan yang sudah menikah namun masih dihitung berstatus lajang dalam penerangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21. Hal tersebut tentunya sangat memberatkan apalagi dengan adanya Tarif Efektif Rata-rata (TER), PTKP yang masih ketentuan lama yakni 4.500.000/ bulan ditambah kondisi pekerja perempuan yang menjadi single parent.

 

FSPMI juga mendesak Pemerintah Daerah segera membuat Peraturan Daerah (Perda) Jawa Timur terkait perlindungan upah bagi pekerja di Jawa Timur.

 

Slamet juga menyinggung praktik Perusahaan yang kerap menghindari kewajiban pesangon ketika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). “Jangan sampai pekerja yang sudah mengabdi justru kehilangan haknya. Bahkan ketika pekerja tersebut meninggal dunia, tidak ada konsekuensi hukum yang diterima Perusahaan. Ini sangat merugikan,” tegasnya.

 

Namun, dalam aksi kali ini, buruh merasa kecewa dengan sikap Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa yang tidak hadir langsung untuk menerima aspirasi mereka. “Sebagai Pemimpin Daerah, mestinya hadir dan mendengar langsung suara rakyat, bukan hanya menugaskan perwakilan,” tambah Slamet.

 

Meski demikian, aksi berlangsung damai dan kondusif sesuai harapan. Para buruh berharap tuntutan mereka benar-benar diperhatikan Pemerintah demi terciptanya keadilan bagi pekerja di Jawa Timur pada khususnya dan pekerja di berbagai daerah pada umumnya.

 

(Natalia)

 

Pos terkait