Surabaya, KPonline – Dibawah guyuran hujan lebat, massa aksi dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Timur menggelar aksi jalan kaki (longmarch) untuk mengawal penetapan upah minimum tahun 2026, Selasa (23/12/2025).
Aksi ini diikuti oleh tiga federasi besar, yakni FSPMI, FSP KEP KSPI, dan SPN. Massa datang dari berbagai wilayah industri seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan. Mereka melakukan longmarch sejauh 7 kilometer, dimulai dari titik kumpul di depan Kebun Binatang Surabaya (KBS) menuju Kantor Gubernur Jawa Timur di Jalan Pahlawan.
Saat longmarch, Pengurus DPW FSPMI Jawa Timur, Ardian Safendra mengingatkan Gubernur agar menetapkan UMK di luar ring 1 sebesar Nilai Kebutuhan Hidup Layak Jatim sebesar 3,5 Juta “.
Dalam orasinya, Eka Hernawati mendesak Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, untuk segera mengesahkan rekomendasi kenaikan upah dari Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) pada hari ini juga.
“Jangan sampai menunda hingga besok malam. Kita harus menghormati saudara-saudara Nasrani yang tengah mempersiapkan perayaan Natal,” tegas Eka di atas mobil komando.
Senada dengan hal tersebut, Doni Ariyanto dalam orasinya memberikan peringatan keras agar pemerintah tidak mengubah angka yang telah disepakati di tingkat dewan pengupahan.
“Jangan sampai kejadian tahun lalu terulang kembali, di mana Gubernur ‘menyunat’ nilai kenaikan upah. Hargai hasil rapat Dewan Pengupahan Provinsi yang telah tuntas tadi malam,” ujar Doni di tengah guyuran hujan.
Aksi yang berlangsung hari ini merupakan perwakilan dari masing-masing serikat pekerja. Kendati demikian, massa mengancam akan mengerahkan jumlah yang lebih besar pada esok hari, mengingat Rabu besok adalah batas akhir penetapan upah.
Beredar kabar bahwa para buruh tidak akan beranjak dari lokasi. Mereka berencana menginap di depan Kantor Gubernur maupun di depan Gedung Negara Grahadi untuk memastikan nilai rekomendasi upah tidak dipotong secara sepihak.
Hingga pukul 17.00 WIB, meski hujan mulai mereda, massa aksi terpantau masih bertahan di Jalan Pahlawan. Mereka memilih tetap bersiaga sambil menunggu perkembangan terbaru mengenai keputusan Gubernur yang akan menentukan nasib kesejahteraan buruh selama setahun ke depan.
Para buruh mengaku belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya dan berkomitmen untuk mengawal proses ini agar tidak kembali “kecolongan” terkait nilai rekomendasi dari Kabupaten/Kota. (Khoirul Anam)



