Buruh Jawa Timur Kembali Turun ke Jalan, Tolak Kenaikan UMP 2026 Berbasis Indeks 0,5

Buruh Jawa Timur Kembali Turun ke Jalan, Tolak Kenaikan UMP 2026 Berbasis Indeks 0,5

Surabaya, KPonline — Kota Surabaya kembali lumpuh pada hari kedua aksi unjuk rasa buruh. Ribuan massa aksi dari berbagai daerah di Jawa Timur turun ke jalan pada Rabu, 24 Desember 2025. Aksi ini dipusatkan sebagai bentuk protes terhadap keputusan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, terkait penetapan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Timur tahun 2026.

 

Bacaan Lainnya

Buruh menilai kebijakan tersebut tidak berpihak pada kesejahteraan pekerja. Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan faktor pengali kenaikan upah menggunakan indeks 0,5, padahal pemerintah pusat telah memberikan rentang indeks antara 0,5 hingga 0,9. Serikat buruh menuntut agar nilai pengali ditetapkan pada angka maksimal, yakni 0,9.

 

Dalam orasinya, Sekretaris Konsulat Cabang FSPMI Surabaya, Nurudin Hidayat, menegaskan bahwa kebijakan tersebut memperparah kondisi buruh di Jawa Timur.

 

Ia mengutip data pemerintah dan Kementerian Ketenagakerjaan yang menyebutkan jumlah buruh di Indonesia mencapai sekitar 35 juta orang. Selain itu, berdasarkan data pemerintah pusat, Jawa Timur tercatat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia.

 

“Ini bukan data buruh, bukan data tukang becak. Ini data pemerintah yang dirilis oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Sumber Daya Manusia,” tegas Udin di hadapan massa aksi.

 

Ironisnya, di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tercatat berada di atas rata-rata nasional. Namun, menurut buruh, pertumbuhan tersebut tidak dinikmati oleh para pekerja.

 

“Yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi itu buruh. Tapi siapa yang menikmati hasilnya? Bukan buruh. Faktanya, UMP Jawa Timur justru terendah se-Indonesia,” lanjutnya.

 

Buruh menilai kenaikan UMP 2026 di Jawa Timur tidak mencerminkan kebutuhan hidup layak. Saat ini, UMP Jawa Timur berada di kisaran Rp2,4 juta, sementara kebutuhan hidup layak (KHL) di Jawa Timur diperkirakan telah mencapai Rp3,5 juta.

 

> “Buruh itu dimiskinkan dan dimarginalkan. Selisihnya lebih dari satu juta. Seng sakjuta satus melok sopo hee?” ujar Udin dengan nada geram, disambut sorak massa aksi.

 

Ribuan buruh yang tergabung dalam aksi tersebut menegaskan tidak akan membubarkan diri hingga tuntutan mereka dipenuhi. Mereka mendesak pemerintah daerah agar merevisi kebijakan penetapan indeks kenaikan upah dan berpihak pada kesejahteraan pekerja.

 

Aksi buruh ini menjadi peringatan keras bahwa persoalan upah layak masih menjadi masalah krusial di tengah pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang terus meningkat.

 

(Natalia)

Pos terkait