Bentrok TKA China Vs Pekerja Lokal di PT GNI Morowali Utara, Said Iqbal Singgung Masalah Upah

Purwakarta, KPonline – Insiden menegangkan yang terjadi akibat bentrok pekerja lokal melawan Tenaga Kerja Asing (TKA) China di PT Gunbuster Nickel Industry Morowali Utara, Sabtu (14/1/2023) disesalkan oleh banyak pihak.

Bukan saja menimbulkan dampak berupa kerusakan fasilitas, bentrokan tersebut juga memakan korban jiwa dengan menewaskan tiga orang, dua pekerja lokal dan satu TKA.

Bacaan Lainnya

Alhasil, Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang dianggap memberi karpet merah terhadap pekerja asing, terutama asal Tiongkok mampu mengesampingkan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat Morowali yang teraniaya.

Negara dan pemerintah jangan cuma hadir ketika melihat pertambangan strategis di Sulteng mendatangkan investasi. Bukan cuma bungkam dan menyakiti hati dengan staitmen yang menyalahkan serta menyudutkan sikap pekerja disana, terlebih pekerja lokal atau wajah pribumi pada waktu kejadian.

Logikanya, wajar bila pekerja melalui serikat pekerja atau federasi serikat pekerja menuntut hak-hak normatif yang seharusnya mutlak didapat.

Tidak ada asap bila tak ada api, begitupun pekerja, tidak akan mogok kerja bila sang pemberi kerja (pengusaha) mampu memberikan hak-hak normatif sebagaimana mestinya kepada para pekerjanya.

Terlebih, dalam hal upah (pendapatan). Seperti diketahui bagi pekerja, upah adalah urat nadi Mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka beserta keluarga sehari-hari.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, sudah menerima laporan terkait ribut-ribut antar buruh PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali Utara, Sulawesi Tengah, yang mengakibatkan dua orang tewas.

Said mengungkapkan, setelah dua pekerja tewas, kemarahan buruh meningkat karena gaji yang diklaimnya hanya naik Rp 75 ribu.

“Menurut informasi yang kami terima dari Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Nasional SPN Katsaing, sudah ada laporan dari bawah, ini karena tidak puas, terpendam begitu, dan ada kenaikan upah yang murah sekali Rp 75 ribu per bulan itu cuma 13 dolar AS buat sekali makan mereka tenaga-tenaga asing ekspatriatnya,” ujarnya.

Setelah itu menurut Said Iqbal terjadi deadlock dan terjadi aksi mogok kerja pada 14 Januari yang berlanjut dengan aksi bentrok tersebut pada 15 Januari malam.

“Ini laporan yang kami terima resmi dari pimpinan serikat buruh di sana,” pungkasnya.

Setidaknya, bercermin atas kejadian ini, waktunya kembali bersama-sama menyatukan sikap dengan menolak atau merevisi regulasi tentang Undang-undang Cipta Kerja (Perppu).

Pertambangan harus mendatangkan keuntungan jauh lebih besar bagi masyarakat Indonesia yang berada di Sulawesi Tengah. Sekaligus, memastikan bahwa keluarga dari seluruh pekerja Indonesia yang menjadi korban di tragedi PT. GNI mendapatkan santunan.

Pos terkait