Bogor, KPonline – Pada 14-16 Juli 2025, Pusdiklat FSPMI di Bogor menjadi saksi Konsolidasi Nasional FSPMI, sebuah momen bersejarah bagi kelas pekerja Indonesia. Penyatuan pemikiran untuk menyusun sandingan RUU Ketenagakerjaan, merespons Putusan MK Nomor 168/PUU-XXII/2024. Putusan ini mengabulkan sebagian gugatan serikat pekerja terhadap UU Cipta Kerja, yang telah merenggut hak-hak buruh: upah murah, kontrak tanpa akhir, dan PHK sepihak.
MK memerintahkan pemerintah dan DPR untuk membentuk UU Ketenagakerjaan baru, terpisah dari UU Cipta Kerja, paling lambat 31 Oktober 2026, yang harus menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan layak sesuai UUD 1945.
Kemenangan ini adalah sinyal bahwa suara pekerja didengar, tetapi perjuangan masih panjang. UU Cipta Kerja telah meninggalkan luka: data dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menunjukkan bahwa sejak UU ini berlaku, lebih dari ribuan pekerja kehilangan pekerjaan tetap dan beralih ke status kontrak atau outsourcing pada 2023-2024. Ini bukan hanya statistik, tetapi nasib keluarga yang kehilangan harapan.
Wahyu Hidayat, Ketua Pimpinan Cabang (PC) Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen (SPAMK) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Purwakarta, sekaligus pendiri spirit Binokasih, yang hadir dalam konsolidasi, menegaskan bahwa “Pekerja harus menjadi subjek, bukan objek, dalam penyusunan UU baru. Kita harus hadir, berbicara, dan memastikan undang-undang ini mencerminkan keadilan untuk rakyat”.
FSPMI mengusulkan RUU Ketenagakerjaan yang berpihak pada pekerja. Studi dari World Bank menunjukkan bahwa regulasi ketenagakerjaan yang adil dapat meningkatkan investasi domestik hingga 15% karena stabilitas hubungan industrial. “Ini bukti bahwa keadilan bagi pekerja bukanlah beban, melainkan kunci kemajuan ekonomi,” kata Wahyu Hidayat.
Kemudian menurutnya, Konsolidasi ini juga membahas strategi aksi sebagai komitmen keseriusan yang rencananya akan digelar besar-besaran serempak se Indonesia pada 30-31 Juli 2025. Selain aksi tentunya akan dilakukan pula dialog dengan DPR serta edukasi kepada pekerja untuk memahami hak mereka.
“Kita adalah kekuatan bangsa. Kita tidak akan lagi biarkan suara kita dirampas. Konsolidasi Nasional FSPMI adalah panggilan untuk bersatu, berjuang, dan mewujudkan Indonesia Emas 2045 yang adil. Mari kita isi draf RUU Ketenagakerjaan dengan aspirasi kita, kawal pembahasannya, dan pastikan pemerintah menjalankan amanat MK. Perjuangan ini bukan hanya untuk kita, tetapi untuk generasi mendatang” ujar Wahyu.
Kita adalah tulang punggung bangsa, yang menggerakkan roda ekonomi. Tanpa kita, tidak ada Indonesia Emas 2045. Mari kita isi jalanan dengan aksi, meja diskusi dengan ide, dan hati kita dengan semangat perjuangan. UU Ketenagakerjaan baru harus lahir dari suara kita, bukan dari kepentingan segelintir elit. Bersatu, kita tak bisa dikalahkan.