Jakarta, KPonline-Rangkaian kegiatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKP) 2025 yang digelar Urban Transport Women ITF Jakarta mencapai puncaknya hari ini, Selasa (10/12), di Hotel Swiss-Belinn Cawang, Jakarta. Kampanye bertema “Bersatu Mengakhiri Kekerasan terhadap Perempuan Sektor Transportasi” itu dihadiri oleh pimpinan serikat pekerja, aktivis perempuan, serta pekerja transportasi dari berbagai afiliasi ITF.
Acara puncak menampilkan sesi refleksi dan panel presentasi dari para peserta yang selama dua minggu aktif mengikuti berbagai kegiatan kampanye. Moderator sekaligus aktivis perempuan Debra H. Yatim memandu jalannya acara yang berisi testimoni, kisah perubahan di tempat kerja, serta penyerahan petisi publik kepada operator transportasi.
Sejak dimulai pada 25 November lalu, kampanye ini menghadirkan beragam kegiatan seperti peluncuran kampanye bersama Komnas Perempuan, teater jalanan di Taman Ismail Marzuki, kampanye digital dengan tagar #TransportAmanTanpaKekerasan, workshop peningkatan kapasitas, hingga kegiatan Story of Change yang menampilkan kisah perjuangan perempuan pekerja transportasi.
Koordinator Urban Transport Women ITF Jakarta, Enung Yani, menegaskan bahwa kampanye tahun ini bukan sekadar ajakan moral, tetapi langkah nyata mendorong kebijakan transportasi yang aman dan inklusif.
“Transportasi publik harus menjadi ruang aman bagi perempuan. Kekerasan berbasis gender tidak boleh dianggap biasa, baik di tempat kerja maupun di ruang publik,” ujar Enung.
Urban Transport ITF juga menyerukan empat poin penting dalam kegiatan ini:
1. Menjadikan transportasi publik sebagai ruang aman bagi perempuan.
2. Menghapus normalisasi kekerasan berbasis gender di dunia kerja.
3. Menjamin akses kerja yang setara dan aman bagi perempuan.
4. Memperkuat kebijakan serta fasilitas transportasi yang responsif gender.
Kegiatan ini bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia, menegaskan bahwa keadilan dan keselamatan bagi perempuan merupakan bagian dari hak asasi yang wajib dijamin oleh negara dan seluruh pemangku kepentingan.
Dengan semangat solidaritas, kegiatan ditutup dengan seruan bersama:
“Transport Aman, Perempuan Aman. #ThisIsOurWorldToo.”
Dari Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA), Pipeit Purwati menegaskan pentingnya menghentikan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi berbasis gender di dunia kerja. “Masih banyak perempuan menghadapi perlakuan tidak adil, mulai dari pembatasan peran kerja hingga pelecehan yang kerap diabaikan. Pola pikir seperti ini harus dihentikan,” tegasnya.
Menurut Pipit, diskriminasi sering muncul dalam bentuk kebijakan tidak tertulis dan pandangan bias gender. Ia mendorong perusahaan dan serikat pekerja memperkuat edukasi serta membangun sistem pelaporan yang aman bagi korban.
Sementara itu, Verawati menyoroti masih kuatnya diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja, baik dari sisi kesempatan, pengupahan, maupun pembagian waktu kerja. “Perempuan masih sering dianggap tidak mampu menjalankan pekerjaan tertentu hanya karena faktor jenis kelamin, padahal kompetensinya tidak kalah,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa petisi “Stop Kekerasan terhadap Perempuan” menargetkan 1.000 tanda tangan sebagai simbol komitmen bersama menghentikan kekerasan berbasis gender.
Sekretaris Umum SPDT FSPMI, Indra Kurniawan, menyampaikan apresiasinya terhadap kegiatan ini yang menjadi bagian dari program kerja bidang perempuan. “Kita sebagai pekerja transportasi harus bahu membahu dalam semangat solidaritas, karena perjuangan ini adalah perjuangan kemanusiaan,” ungkapnya.
Dari SPMRT, Al Hakim menekankan pentingnya membangun suasana transportasi publik yang aman bagi perempuan. “Kita semua punya peran — mulai dari petugas, operator, hingga penumpang — untuk saling menjaga dan menumbuhkan rasa aman di ruang publik,” katanya.
Sementara perwakilan SPKAI Service, Teguh Iman, menegaskan komitmen organisasinya untuk terus mengampanyekan penghentian kekerasan berbasis gender. “Stop kekerasan terhadap perempuan bukan hanya seruan, tapi panggilan moral bagi kita semua,” tuturnya.
Dari DPP SPKA, Tina Agustin menyampaikan bahwa logo “Stop Kekerasan terhadap Gender” yang terpasang di seragam anggota adalah simbol nyata komitmen organisasi. “Logo itu bukan hiasan, melainkan pengingat agar kita selalu menghormati dan melindungi perempuan,” katanya.
Perwakilan dari Serikat Pekerja Transportasi Jakarta (SPTJ), Fitri Aprilia, juga menegaskan kesiapan organisasinya untuk merespons dan mendampingi setiap laporan kekerasan berbasis gender di sektor transportasi. “Kami berupaya memastikan setiap korban tidak merasa sendirian. Pendampingan dilakukan hingga proses penyelesaian kasus,” jelasnya.
Kegiatan ini dipimpin dan diakhiri oleh Enung Yani dari Urban Transport Women ITF Jakarta, yang menegaskan bahwa perjuangan mewujudkan transportasi publik yang aman dan setara bagi perempuan akan terus berlanjut melalui kerja bersama lintas serikat pekerja dan masyarakat sipil.