Upah Buruh 2026 Masih Abu-Abu, FSPMI Jabar Siapkan Terobosan: Tolak Tipu-Tipu, Usul Indeks Naik 1,2-2

Upah Buruh 2026 Masih Abu-Abu, FSPMI Jabar Siapkan Terobosan: Tolak Tipu-Tipu, Usul Indeks Naik 1,2-2

Purwakarta, KPonline – Hingga memasuki Agustus 2025, regulasi resmi terkait sistem pengupahan tahun 2026 dari pemerintah pusat belum juga terbit. Kondisi ini menciptakan ketidakpastian di kalangan buruh, terutama menyangkut proyeksi kenaikan upah tahun depan. Merespons situasi tersebut, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Barat mengambil langkah cepat dengan merancang usulan konsep pengupahan yang dinilai lebih adil dan realistis.

“Faktanya, sampai hari ini belum ada regulasi resmi dari pemerintah pusat yang menjelaskan skema pengupahan 2026. Maka dari itu, minggu depan kita akan gelar workshop untuk menyusun usulan konkret,” ujar Suparno, Ketua DPW FSPMI Jawa Barat dalam Rapat Koordinasi DPW FSPMI Jabar yang digelar di Kantor Konsulat Cabang FSPMI Purwakarta, Rabu, (6/8).

Dalam pemaparannya, Suparno menyoroti lemahnya dampak kenaikan upah di tahun sebelumnya yang disebabkan oleh rendahnya nilai indeks tertentu dalam formula pengupahan versi pemerintah.

“Jangan sampai terulang lagi kejadian seperti kemarin. Inflasi diumumkan 6 persen, ditambah PDB, tapi karena indeks tertentu hanya 0,1–0,3, ujung-ujungnya kenaikan upah cuma 1 persen. Itu namanya tipu-tipu,” tegasnya.

Dalam workshop yang dijadwalkan berlangsung pada Kamis, 14 Agustus 2025, DPW FSPMI Jabar akan merumuskan usulan indeks pengali yang ideal, yakni berada di kisaran 1,2 sampai 2. Harapannya, formulasi ini akan menghasilkan kenaikan upah yang lebih berpihak kepada buruh, terutama di tengah beban hidup yang terus meningkat.
“Kalau mau fair, indeksnya jangan kecil. Kita dorong supaya betul-betul ada peningkatan kesejahteraan. Bukan sekadar angka yang tampak naik, tapi tidak terasa di kantong buruh,” tambah Suparno.

Dalan Workshop nanti, hasilnya akan dirumuskan dalam sebuah dokumen resmi yang selanjutnya akan didorong ke tingkat nasional.

Tak hanya soal indeks pengupahan, FSPMI Jabar juga menyoroti belum maksimalnya implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XVIII/2020, khususnya yang berkaitan dengan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) dan ketentuan pengupahan.

“Putusan MK itu seharusnya menjadi acuan. Tapi sampai sekarang pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Workshop ini juga menjadi ruang untuk mengawal dan menegaskan kembali agar pemerintah menjalankan amanat konstitusi,” jelas Suparno.

Setelah workshop, DPW FSPMI Jabar akan menyampaikan hasilnya kepada pemerintah pusat serta melakukan lobi-lobi strategis ke DPR RI dan kementerian terkait, agar kebijakan pengupahan 2026 benar-benar mencerminkan keadilan dan tidak semata-mata berpihak pada dunia usaha.

Langkah proaktif DPW FSPMI Jabar ini dinilai sangat baik, mengingat pada tahun-tahun sebelumnya, serikat pekerja sering kali hanya menjadi pihak yang merespons kebijakan pengupahan setelah diumumkan. Kali ini, mereka mengambil inisiatif lebih awal untuk memastikan suara buruh masuk dalam perumusan regulasi nasional.