Purwakarta, KPonline – Sebuah drama ketidakadilan sedang tersaji di depan mata para buruh Kabupaten Purwakarta. Wilayah yang secara historis menjadi pelopor Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK), kini terancam kehilangan marwahnya. Ironisnya, kebijakan yang mencekik ini terjadi di bawah kepemimpinan Gubernur Jawa Barat yang justru dulu ikut memperjuangkan hadirnya UMSK saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta.
Kekecewaan mendalam disampaikan langsung oleh Ketua Konsulat Cabang (KC) FSPMI Purwakarta, Fuad BM. Ia menyoroti inkonsistensi Gubernur Jawa Barat dalam menetapkan kebijakan upah bagi buruh di Purwakarta.
“Rekomendasi UMSK Purwakarta telah ditandatangani oleh Bupati Purwakarta. Tapi kenapa Gubernur Jawa Barat menghilangkannya dalam keputusan SK-nya?” ujar Fuad BM.
Ia mengingatkan kembali janji Gubernur yang sebelumnya menyatakan tidak akan menghilangkan UMSK jika sudah ada rekomendasi dari daerah. “Kata beliau sebelumnya, tidak akan menghilangkan kalau ada rekomendasinya. Tapi aktualnya? Zonk!,” tegasnya melalui pernyataan resminya. Jumat, 26 Desember 2025.
Padahal, secara administratif, Bupati Purwakarta telah melayangkan surat nomor 500.15.14.1/2305/Disnakertrans/2025 perihal Rekomendasi Penyesuaian UMSK Purwakarta Tahun 2026. Surat tersebut merekomendasikan kenaikan upah untuk sektor-sektor krusial seperti:
Industri Suku Cadang Kendaraan Roda Empat (KBLI 29300)
Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih (KBLI 29100)
Industri Serat Stapel Buatan (Rayon, Viscose)
Hilangnya UMSK ini dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap regulasi, mengingat UMSK Purwakarta seharusnya tetap berlaku sesuai ketentuan karena sudah di-SK-kan sebelum 2 November 2020.
Sebagai jawaban atas “pengkhianatan” ini, DPW FSPMI Jawa Barat telah mengeluarkan instruksi komando bernomor 00070/DPW FSPMI/Jabar/XII/2025. Buruh tidak akan tinggal diam dan siap melakukan aksi besar-besaran:
Senin, 29 Desember 2025: Aksi pemanasan di Gedung Sate, Bandung.
Selasa, 30 Desember 2025: Konvoi Akbar 15.000 Motor menuju Istana Negara, Jakarta.
Khusus dari Purwakarta, Fuad BM dipastikan akan memimpin barisan setidaknya 750 motor untuk bergabung dalam gelombang konvoi raksasa dari Bekasi (7.500 motor) dan Karawang (4.500 motor).
Singkatnya, situasi ini kembali memicu perbandingan pahit dengan masa kolonial. Jika dahulu buruh kebun teh Malabar bisa hidup layak dengan standar emas, kini di era 74 tahun merdeka, buruh otomotif Purwakarta justru dipaksa menerima “upah murah” demi alasan menarik investasi.
Selasa, 30 Desember akan menjadi hari penentuan. Apakah suara knalpot 15 ribu motor buruh mampu mengetuk pintu keadilan, ataukah Purwakarta akan selamanya menjadi tumbal statistik pengangguran di atas kertas?