UMP Jakarta Rp 5,7 Juta Dinilai Tak Masuk Akal

UMP Jakarta Rp 5,7 Juta Dinilai Tak Masuk Akal
Said Iqbal dalam konferensi pers aksi Tolak UMP DKI 2026 | Foto by Agung Brada

Jakarta, KPonline-Gelombang protes buruh kembali mewarnai jantung ibu kota. Ribuan buruh menggelar aksi demonstrasi di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (29/12/2025), menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2026 sebesar Rp 5,7 juta. Angka tersebut dinilai tidak logis, tidak adil, dan jauh dari kebutuhan hidup layak pekerja Jakarta.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menegaskan bahwa UMP Jakarta semestinya ditetapkan minimal Rp 5,89 juta, sesuai hasil Survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang telah ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS).

“Kami meminta Gubernur menetapkan UMP sebesar Rp 5,89 juta. Itu bukan angka karangan buruh, itu angka resmi KHL dari BPS. Kalau di bawah itu, artinya buruh Jakarta dipaksa hidup tidak layak,” tegas Said Iqbal di lokasi aksi.

Said Iqbal menyebut kenaikan UMP Jakarta menjadi sekitar Rp 5,73 juta sangat tidak masuk akal, terlebih jika dibandingkan dengan wilayah penyangga seperti Bekasi dan Karawang yang justru memiliki upah minimum lebih tinggi.

“Apakah masuk akal buruh pabrik panci di Karawang digaji lebih tinggi daripada pekerja di gedung-gedung pencakar langit Jakarta?” sindir Said.

Ia mencontohkan, pekerja di kantor pusat perbankan nasional, perusahaan migas, dan korporasi multinasional di Jakarta justru menerima upah minimum yang lebih rendah dibanding buruh pabrik plastik di Bekasi atau buruh manufaktur di Karawang.

“Upah Minimum Bekasi dan Karawang sekitar Rp 5,95 juta. Jakarta hanya Rp 5,7 juta. Padahal biaya hidup di Jakarta jauh lebih mahal. Gubernur harus jujur melihat fakta ini,” ujarnya.

KSPI menilai penetapan UMP Jakarta 2026 telah mengabaikan realitas lapangan. Biaya sewa rumah, transportasi, pangan, dan kebutuhan dasar di Jakarta disebut jauh lebih tinggi dibandingkan daerah sekitar.

Menurut Said, hasil survei KHL BPS mencatat kebutuhan hidup layak pekerja di Jakarta mencapai Rp 5,89 juta per bulan. Artinya, UMP yang ditetapkan saat ini masih berada di bawah standar hidup minimum.

“Tidak masuk akal jika biaya hidup Jakarta dianggap lebih murah dari Bekasi atau Karawang. Ini logika terbalik,” tegasnya.

Selain menolak UMP Jakarta, buruh juga membawa tuntutan nasional: mendesak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk mengembalikan nilai Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) 2026 yang dihilangkan melalui Surat Keputusan Gubernur.

“Kami meminta tanpa syarat Gubernur Jawa Barat mengembalikan UMSK 2026 di 19 kabupaten/kota yang dihapus, dikurangi, dan dihilangkan oleh SK Gubernur,” kata Said.

Menurutnya, UMSK tersebut telah direkomendasikan secara resmi oleh para bupati dan wali kota, sehingga penghapusannya dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap mekanisme dan aspirasi daerah.“Dua hari lalu kami minta SK itu dicabut dan direvisi. UMSK harus dihidupkan kembali sesuai rekomendasi kepala daerah,” imbuhnya.

Kemudian, Said Iqbal menegaskan bahwa aksi di Medan Merdeka Selatan hanyalah awal. Buruh memastikan rangkaian aksi akan terus berlanjut, bahkan setelah pergantian tahun, jika tuntutan tidak dipenuhi.

“Hari ini aksi awal. Habis tahun baru kita aksi lagi. Buruh tidak akan berhenti sampai Gubernur menetapkan UMP 2026 sebesar Rp 5,89 juta,” ucapnya.

Ia menegaskan buruh memiliki kekuatan massa untuk terus melakukan perlawanan.“Buruh bisa aksi kapan saja. Sampai kapan? Sampai UMP Jakarta benar-benar mencerminkan kebutuhan hidup layak,” tutup Said.