Stop Perbudakan Modern Buruh Outsourcing

Stop Perbudakan Modern Buruh Outsourcing
Foto Bincang bincang santai Ketua Konsulat Cabang FSPMI Kabupaten Pelalawan, Yudi Efrizon dengan Aparat Kepolisian Polda Riau terkait persoalan buruh out sourching di Pelalawan

Pelalawan,KPonline – Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupaten Pelalawan, Yudi Efrizon, menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap praktik ketenagakerjaan yang merugikan pekerja outsourcing di berbagai perusahaan alih daya. Menurutnya, fenomena ini sudah berlangsung lama dan menjadi luka lama yang terus dibiarkan terbuka tanpa ada penyelesaian struktural yang berpihak kepada buruh.

Yudi menjelaskan bahwa banyak perusahaan nakal yang memanfaatkan sistem outsourcing untuk menghindari kewajiban memberikan kepastian kerja kepada para buruhnya. Padahal, pekerjaan yang dilakukan para pekerja alih daya tersebut bersifat tetap dan berlangsung terus-menerus, bahkan hingga puluhan tahun. Ironisnya, status mereka tetap sebagai tenaga kontrak, tanpa kejelasan masa depan maupun pengangkatan sebagai pekerja tetap (PKWT).

Di Kabupaten Pelalawan sendiri, FSPMI mencatat berbagai laporan dari pekerja yang bertahun-tahun bekerja di perusahaan yang sama dengan status outsourcing. Ini bukan hanya soal status kerja, tetapi juga menyangkut pelanggaran atas hak-hak normatif pekerja seperti upah layak, jaminan sosial, dan perlindungan kerja. Banyak dari mereka tidak mendapatkan hak cuti, pesangon, hingga jaminan kecelakaan kerja yang seharusnya dijamin oleh undang-undang.

Yudi menyebut bahwa sistem outsourcing yang diterapkan secara sewenang-wenang telah menjadi bentuk perbudakan modern di era industri. “Nasib buruh outsourcing sangat menyedihkan. Mereka hidup dalam ketidakpastian, tidak tahu kapan status kontrak mereka akan berakhir atau diangkat sebagai karyawan tetap. Sementara perusahaan terus memeras tenaga mereka untuk keuntungan yang tidak seimbang,” tegas Yudi.

Ia juga mengutip pernyataan Presiden KSPI, Ir. Said Iqbal, yang relevan dengan kondisi saat ini: “Kalian boleh kaya, tapi jangan miskinkan kami.” Kalimat ini menggambarkan ironi kesejahteraan yang timpang antara pemilik modal dan para pekerja. Ketika pemilik perusahaan hidup dalam kelimpahan, para buruh justru berjuang demi menyambung hidup dari bulan ke bulan, tanpa jaminan kerja yang jelas.

Mengapa praktik ini terus berlangsung? Yudi menilai lemahnya pengawasan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan alih daya menjadi penyebab utama. Selain itu, masih banyak regulasi yang memberi ruang abu-abu dalam penggunaan tenaga outsourcing, sehingga perusahaan bisa mengakalinya dengan mudah. “Kami berharap pemerintah tidak tutup mata. Penegakan hukum ketenagakerjaan harus tegas dan berpihak pada buruh,” tambahnya.

Sebagai langkah nyata, FSPMI Kabupaten Pelalawan akan terus melakukan advokasi dan konsolidasi bersama para buruh untuk memperjuangkan penghapusan sistem outsourcing yang merugikan. Mereka juga akan menggandeng lembaga bantuan hukum dan melakukan tekanan sosial agar perusahaan-perusahaan nakal bertanggung jawab atas kesejahteraan pekerjanya. “Perjuangan ini bukan hanya tentang status kerja, tapi tentang martabat manusia,” pungkas Yudi.