Staf Khusus Kemenaker RI Tegaskan PHK Disharmonis Tidak Memiliki Dasar Hukum: Hakim Wajib Berpijak pada Regulasi

Staf Khusus Kemenaker RI Tegaskan PHK Disharmonis Tidak Memiliki Dasar Hukum: Hakim Wajib Berpijak pada Regulasi
Indra, S.H., M.H. Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia.

Jakarta, KPonline – Pada Seminar Hukum Ketenagakerjaan bertema “Disharmonis: Ancaman Kaum Buruh” yang berlangsung Selasa (2/12/2025) di Hotel Gren Alia Jakarta, pemaparan materi dari para narasumber kembali menekankan pentingnya kepastian hukum dalam setiap proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Salah satu materi paling tegas disampaikan oleh pemateri ketiga, Indra, S.H., M.H, yang saat ini menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia.

Mengawali paparannya, Indra menegaskan bahwa serikat pekerja bukan hanya organisasi perjuangan, tetapi juga penegak konstitusi. Ia mengingatkan para peserta bahwa serikat memiliki peran penting menjaga nilai-nilai keadilan yang dijamin oleh undang-undang.

“Serikat pekerja adalah pejuang dan penegak konstitusi,” ujar Indra, sebuah pesan yang kembali meneguhkan peran vital serikat dalam menjaga hak-hak buruh.

Indra menjelaskan bahwa dalam hubungan industrial, keadilan tidak boleh memonopoli salah satu pihak, baik pekerja maupun pengusaha. Keadilan harus diukur dengan tata nilai hukum, dan alat ukur paling objektif hanyalah regulasi yang berlaku.

“Kalau kita berargumentasi hukum, alat ukurnya jelas: regulasi. Itu harus tertanam dalam pemahaman kita,” tegasnya.

15 Pintu PHK di UU 13/2003 dan 25 Pintu PHK di UU Cipta Kerja

Indra juga memaparkan bahwa:
UU No.13 Tahun 2003 memuat 15 alasan sah PHK dan UU Cipta Kerja memperluasnya menjadi 25 pintu PHK.

Namun penambahan jumlah pintu tidak mengubah hakikat bahwa PHK hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan yang diatur undang-undang.

“Mau pilih pintu yang mana? Tidak ada yang dipilih. Pada akhirnya tetap PHK, hanya pintunya berbeda,” ujar Indra.

Tujuan Hukum yang Wajib Dipenuhi dalam Setiap PHK

Indra menyebut ada tiga tujuan hukum yang menjadi dasar penilaian terhadap sah atau tidaknya alasan PHK:

1. Keadilan
2. Kemanfaatan
3. Kepastian Hukum

Tiga tujuan ini harus terpenuhi agar sebuah PHK bisa dibenarkan secara hukum.

PHK Disharmonis Tidak Memiliki Dasar Hukum

Bagian terpenting dari pemaparan Indra adalah mengenai maraknya penggunaan alasan “disharmonis” sebagai dasar PHK. Ia menegaskan bahwa:
1. Alasan disharmonis tidak diatur dalam undang-undang,
2. Tidak dapat dijadikan dasar PHK,
3. Bertentangan dengan asas kepastian hukum,
4. bertentangan dengan asas kemanfaatan,
5. hakim wajib memutus perkara hanya berdasarkan undang-undang.

“PHK hanya boleh dilakukan karena alasan yang diatur undang-undang. Di luar itu tidak dapat dibenarkan. Karena disharmonis tidak tertulis dalam undang-undang, maka tidak dapat digunakan sebagai dasar PHK,” tegas Indra.

Melalui materinya, Indra memberikan pesan penting bagi serikat pekerja:
1. Serikat harus memahami seluruh dasar hukum PHK,
2. Tidak boleh membiarkan alasan subjektif seperti disharmonis dipaksakan oleh pengusaha,
3. Harus mengedepankan kepastian hukum saat berperkara di Pengadilan Hubungan Industrial,
4. Dan terus memperjuangkan perlindungan konstitusional bagi pekerja.