Situ Buleud: Pesona Purwakarta yang Tak Pernah Surut

Situ Buleud: Pesona Purwakarta yang Tak Pernah Surut

Purwakarta, KPonline-Di jantung kabupaten Purwakarta dan tidak jauh dari stasiun kereta api Purwakarta, berdiri sebuah oase yang tak lekang oleh waktu, yaitu Situ Buleud. Dikelilingi rindangnya pepohonan dan dihiasi air yang tenang berkilau, tempat ini bukan sekadar danau buatan peninggalan masa lalu, tetapi juga simbol kehidupan, kebanggaan, dan daya tarik utama kota kecil yang sarat nilai budaya ini.

Setiap akhir pekan, ribuan warga datang berbondong-bondong ke kawasan ini. Ada yang sekadar duduk di tepian situ sambil menikmati semilir angin sore, ada yang berolahraga dengan jalan santai ataupun berlari kecil dan ada pula yang berfoto di bawah megahnya patung badak putih, ikon baru yang menjulang gagah di tengah situ yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang Purwakarta menuju kota wisata berbasis budaya.

“Bagi warga sini, Situ Buleud bukan sekadar tempat rekreasi. Ia adalah bagian dari kenangan, tempat tumbuh bersama keluarga,” ujar Rahmat (42), warga Purwakarta yang rutin berolahraga pagi di kawasan tersebut.

Situ Buleud telah ada sejak era kolonial Belanda. Konon, danau ini dulunya merupakan tempat mandi kuda Pangeran Soeriaatmaja, Bupati Purwakarta pertama yang dikenal visioner dalam membangun tata kota. Nama “buleud” sendiri berarti “bulat” dalam bahasa Sunda menandakan bentuk danau yang melingkar sempurna jika dilihat dari atas.

Kini, di tangan Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Situ Buleud bertransformasi menjadi ruang publik modern. Kawasan ini dipoles menjadi taman kota berkarakter wisata sejarah dan budaya, lengkap dengan jalur pedestrian, taman bermain anak, hingga area kuliner rakyat yang tertata rapi.

“Kami ingin menjadikan Situ Buleud sebagai etalase Purwakarta. Tempat di mana masyarakat bisa bersantai, tapi juga belajar tentang sejarah dan budaya lokal,” ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Purwakarta, dalam keterangannya.

Ketika malam tiba, suasana di kawasan ini berubah magis. Lampu warna-warni di sekitar danau menari di permukaan air mancur, menciptakan pantulan cahaya yang memukau. Air mancur Sri Baduga yang konon katanya salah satu terbesar di Asia Tenggara menambah romantika malam minggu Purwakarta.

Bagi banyak pasangan muda, Situ Buleud adalah tempat pertama kencan. Bagi keluarga, ia menjadi ruang kebersamaan. Dan bagi para pelaku UMKM, kawasan ini adalah ladang rezeki. Mulai dari pedagang es kelapa muda, penjual jagung bakar, hingga pengrajin suvenir khas Purwakarta.

“Kalau sore rame banget. Banyak yang jualan, jadi ekonomi warga sekitar ikut hidup,” kata Yani (35), pedagang kaki lima yang sudah berjualan di sana sejak 2010.

Pemerintah daerah kerap menggelar berbagai kegiatan kebudayaan di kawasan ini. Dari pentas seni tradisional, konser rakyat, hingga perayaan ulang tahun kota. Situ Buleud menjadi titik kumpul masyarakat, tempat di mana semangat gotong royong dan identitas lokal berpadu.

Bahkan, banyak wisatawan luar kota datang hanya untuk menikmati suasana teduhnya. Mereka menyebut kawasan ini sebagai “paru-paru kota Purwakarta”, tempat yang menyegarkan baik mata maupun jiwa.

“Dibanding kota lain, Purwakarta punya sesuatu yang khas. Situ Buleud ini bukan hanya indah, tapi juga tenang dan bersejarah,” tutur Siska, wisatawan asal Bandung.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah mulai fokus menjaga kebersihan dan kualitas air di Situ Buleud. Program penghijauan dan pengelolaan sampah terus digalakkan bersama komunitas lokal. Beberapa spot foto baru juga dibuat untuk mendukung wisata ramah lingkungan.

“Kami dorong masyarakat agar tidak sekadar berkunjung, tapi juga ikut menjaga,” kata seorang petugas kebersihan di area taman.

Situ Buleud bukan sekadar peninggalan sejarah, melainkan warisan yang terus hidup dan berkembang. Ia mencerminkan karakter Purwakarta sebagai kota kecil dengan cita rasa besar, yang menyeimbangkan antara kemajuan dan pelestarian budaya.

Seiring waktu, Situ Buleud akan terus menjadi saksi perubahan, tempat di mana setiap generasi meninggalkan jejaknya. Dan selama airnya masih berkilau di bawah cahaya senja, pesonanya akan tetap mengalir di hati masyarakat Purwakarta.