Sidang Lanjutan PTUN Semarang, Saksi Ahli : PP36 Tahun 2021 Tentang pengupahan Bertentangan dengan Amar Putusan MK

Sidang Lanjutan PTUN Semarang, Saksi Ahli : PP36 Tahun 2021 Tentang pengupahan Bertentangan dengan Amar Putusan MK

Semarang, KPonline – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang pada hari Rabu (25/5/2022) menggelar sidang lanjutan perkara Nomor : 11/G/2022/PTUN.SMG terkait gugatan pembatalan atau tidak sahnya Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/39 Tahun 2021Tentang Upah Minimum pada 35 ( Tiga Puluh Lima ) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa tengah Tahun 2022.

Dalam sidang lanjutan yang digelar hari ini, pihak penggugat menghadirkan satu saksi ahli, M. Imam Nasef, SH., MH, yang merupakan ahli hukum tata negara sekaligus dosen tetap Bidang Hukum Tata Negara Universitas Trisakti.

Dalam keterangan yang disampaikan, Naseef memulai dengan menafsirkan secara komprehensif poin amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Judicial Review (JR) terhadap UU Cipta Kerja atau UU Nomor 11 Tahun 2020.

Naseef menyampaikan, sesuai dengan penafsiran amar putusan MK tersebut, UU Cipta Kerja secara umum memang berlaku. Namun, secara khusus atau spesifik ada dua poin penting yang terdapat dalam amar putusan nomor tujuh yaitu segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas itu tidak dibenarkan, serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksanaan baru. Hal inilah yang membuat masyarakat luput dan berasumsi bahwa UU Cipta Kerja berlaku sepenuhnya.”

“Nah, jadi kalau kita coba baca secara sistematis disitu dari amar satu sampai dengan tujuh. Dalam amar putusan nomor empat memang dinyatakan berlaku dan itu secara umum, tetapi dalam hal ini MK juga memberikan hal yang secara khusus atau spesifik yang terdapat di amar putusan nomor tujuh. Ada point penting disitu,” ungkap Naseef.

“Secara spesifik, di sini disebutkan, yang pertama untuk hal-hal yang bersifat strategis dan berdampak luas untuk seluruh tindakan atau kebijakan yang ada dalam UU Cipta Kerja itu ditangguhkan terlebih dahulu. Kedua, pemerintah tidak boleh membentuk atau menerbitkan peraturan pelaksanaan baru baik itu PP, Perpres, Permen atau apapun,” imbuhnya.

Lebih lanjut, pihaknya menyebut bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan merupakan kebijakan yang bersifat strategis dan memiliki dampak luas. Sehingga, bertentangan dengan amar putusan MK dan wajib dibatalkan.

Untuk itulah ada beberapa pilihan hukum ketika akan mengambil kebijakan terkait dengan pengupahan dapat menggunakan dua alternatif yaitu pertama dengan menggunakan PP78 yang sifatnya sementara selama dua tahun ini atau menggunakan alternatif kedua dengan metode diskresi yang merupakan hak dari pejabat adminisrasi negara dikarenakan tidak adanya kepastian hukum dalam hal ini tidak menggunakan PP78 Tahun 2015 atau PP36 Tahun 2021 atau dengan kata lain kebijakan tersendiri dari penentu keputusan.