Seruan Naik Upah 2026 Sebesar 8,5 hingga 10,5 Persen, Buruh: Mohon Melirik Sebentar

Seruan Naik Upah 2026 Sebesar 8,5 hingga 10,5 Persen, Buruh: Mohon Melirik Sebentar

Jakarta, KPonline – Memasuki fase akhir tahun 2025, seruan kenaikan upah minimum tahun 2026 mulai menggema dari kalangan buruh. Melalui berbagai forum diskusi, konferensi pers, hingga unjuk rasa, buruh menuntut agar pemerintah bersama pengusaha benar-benar mempertimbangkan usulan kenaikan upah yang mereka ajukan melalui serikat pekerja dan salah satunya adalah serikat pekerja Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang berafiliasi dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yakni pada kisaran 8,5 hingga 10,5 persen.

Seruan ini muncul seiring naiknya biaya hidup pekerja, terutama di kota-kota besar. Dan itu dinilai sudah tidak sejalan dengan angka upah saat ini.

“Buruh tidak minta kaya, hanya ingin hidup layak. Kami mohon pemerintah dan pengusaha melirik sebentar, memahami kondisi riil di lapangan,” ujar Andi, salah satu anggota serikat pekerja FSPMI di Kabupaten Purwakarta, Kamis (2/10/2025) saat diwawancarai tim Media Perdjoeangan.

Berdasarkan simulasi Dewan Pengupahan beberapa daerah, Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tahun 2025 sudah meningkat sekitar 7–9 persen dibanding tahun sebelumnya. Sementara, inflasi tahunan diperkirakan mencapai 3,2 persen. Buruh menilai jika kenaikan UMP 2026 hanya mengikuti inflasi, maka jurang antara upah dan kebutuhan hidup akan makin melebar.

“Dengan kenaikan upah 8,5–10,5 persen, pekerja paling tidak bisa menjaga daya beli agar tidak semakin jatuh,” kata Siti, anggota Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang bekerja di pabrik sparepart otomotif.

Di tempat yang berbeda, Kementerian Ketenagakerjaan menyampaikan bahwa penentuan upah 2026 masih menunggu kajian dari Dewan Pengupahan Nasional. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli sebelumnya menegaskan bahwa pemerintah akan mencari jalan tengah yang adil bagi pekerja dan dunia usaha.

“Kami memahami tuntutan pekerja, tapi juga perlu memperhatikan keberlanjutan industri. Saat ini formula masih dibahas, keputusan resmi baru akan keluar setelah ada rekomendasi Depenas,” jelasnya.

Para buruh menekankan bahwa angka tuntutan 8,5-10,5 persen bukan sekadar keinginan sepihak, melainkan hasil kajian yang mempertimbangkan kondisi ekonomi dan biaya hidup nyata atau sebenarnya.

“Coba rasakan sendiri belanja harian di pasar, bayar sewa kos, ongkos transportasi, dan biaya sekolah anak. Semua serba naik. Kami tidak pernah minta berlebihan, hanya ingin agar upah mengikuti realitas,” ungkap Joko, buruh pabrik elektronik di Bekasi.

Seruan ini diharapkan menjadi perhatian serius pemerintah dan pengusaha menjelang pembahasan upah minimum 2026. “Mohon melirik sebentar” bukan hanya kalimat sederhana, tapi jeritan yang mewakili jutaan pekerja di Indonesia yang setiap hari berjuang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan juga sebagai penggerak kemajuan ekonomi bangsa.