Jakarta, KPonline-Dalam Seminar Nasional Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang diselenggarakan di Hotel Gren Alia, Menteng, Jakarta Pusat, pada 12 Desember 2025. Ramidi, Sekretaris Jenderal KSPI menegaskan urgensi edukasi publik mengenai bahaya asbes/asbestos, material berwujud serat halus yang kerap digunakan dalam berbagai produk industri namun memiliki risiko kesehatan mematikan.
Dihadapan peserta seminar yang diikuti oleh perwakilan dari federasi afiliasi KSPI, Ramidi menyebut asbestos sebagai “benda yang ada di sekitar kita, sering kita sentuh, tapi banyak yang tidak tahu apa bahayanya”. Ia menjelaskan, meski Indonesia tidak menambang asbestos, negeri ini justru menjadi pengimpor besar dari negara seperti Rusia dan Tiongkok. Produk-produk yang mengandung asbestos pun masih banyak diproduksi, mulai dari kampas rem hingga atap bangunan yang lazim digunakan di kawasan padat pekerja.
“Asbes itu kuat, tahan panas, dan murah. Tapi serbuknya sangat berbahaya. Jika terhirup, partikel itu menetap di paru-paru dan penyakitnya bisa muncul 10 sampai 40 tahun kemudian,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Ramidi mengapresiasi kehadiran tim Lion dan jajaran lainnya yang akan memaparkan analisis teknis mengenai asbestos, dampaknya terhadap kesehatan, hingga kondisi regulasi internasional. Ia menekankan bahwa WHO telah melarang penggunaan asbestos, sementara Indonesia masih bergulat dengan lemahnya pengawasan dan minimnya informasi bagi pekerja.
Ramidi juga menyoroti fakta bahwa Indonesia masih mengimpor asbes dan memproduksinya dalam jumlah besar untuk berbagai kebutuhan industri. “Asbestos adalah mineral berserat yang sangat kuat dan tahan panas. Ia ada di banyak produk, salah satunya kampas rem. Di pabrik-pabrik seperti inilah pekerja paling rentan,” lanjutnya.
“Tugas kita adalah memastikan anggota memahami bahaya asbestos dan terlindungi. Harus ada langkah konkret yang kita ambil setelah pertemuan ini,” pungkasnya.