Purwakarta, KPonline – Di tengah kesibukannya sebagai pekerja pabrik dan Ketua Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen (SPAMK) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) PT Preshion Engplas, Gugat Trianto membuktikan bahwa perjuangan seorang buruh tak hanya di pabrik. Selain menjalankan tugasnya, ia memilih untuk bergerak di bidang ekonomi mandiri sejalan dengan semangat “go ekonomi” yang kerap disuarakan oleh Ketua Konsulat Cabang (KC) FSPMI Purwakarta, Fuad BM.
Bagi Gugat, perjuangan buruh bukan hanya tentang memperjuangkan upah, tetapi juga tentang bagaimana bertahan hidup dengan cara yang bermartabat. “Kalau terus-menerus terpaku pada satu titik penghasilan sebagai pekerja pabrik, ekonomi kita sulit berkembang,” ujarnya kepada media perdjoeangan melalui sambungan telepon seluler. Minggu, (26/10/2025).
Menurutnya, realita di lapangan menunjukkan bahwa upah buruh belum mampu menutupi seluruh kebutuhan hidup layak. “Biaya hidup di Purwakarta bisa mencapai lima hingga tujuh juta rupiah per bulan. Sementara upah minimum masih di kisaran di bawah lima juta (Rp4.792.252,92),” tutur Gugat.
Kesadaran itulah yang mendorongnya untuk berani melangkah lebih jauh. Di sela waktu istirahat dan hari libur, Gugat membuka lapak pisang di Pasar Cikampek, Kabupaten Karawang. Lapak kecil itu bukan sekadar tempat berjualan, melainkan simbol kemandirian dan semangat pantang menyerah dari seorang pekerja yang sadar akan tantangan ekonomi zaman sekarang.
“Capek iya, tapi saya bahagia. Ada rasa puas ketika hasil dari keringat sendiri bisa membantu mencukupi kebutuhan keluarga,” katanya.
Langkah Gugat bukan tanpa alasan. Ia terinspirasi oleh gerakan “go ekonomi” yang digelorakan oleh Fuad BM, Ketua KC FSPMI Purwakarta. Gerakan ini mendorong anggota serikat untuk berani berinovasi dan mengembangkan ekonomi alternatif tanpa harus meninggalkan perjuangan utama di tempat kerja. “Saya melihat apa yang disampaikan Pak Fuad itu benar. Kita, buruh, tidak boleh hanya menunggu hasil dari satu sumber penghasilan. Kita harus kreatif, harus berani mencoba hal baru,” ungkapnya.
Dalam pandangan Gugat, menjadi buruh dan menjadi pelaku ekonomi kecil bukan dua hal yang bertentangan. Justru keduanya bisa berjalan berdampingan, saling menguatkan. “Serikat pekerja itu wadah perjuangan, tapi di luar itu kita juga harus punya daya tahan ekonomi. Kalau ekonomi kuat, kita bisa berjuang lebih tenang,” katanya.
Gugat sadar bahwa langkah kecilnya belum seberapa, tapi ia percaya setiap perubahan besar selalu dimulai dari keberanian kecil. “Kalau bukan kita yang mulai, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” ucapnya.
Kisah Gugat Trianto adalah cermin nyata bahwa semangat “go ekonomi” bukan hanya slogan, melainkan gerakan buruh untuk memperkuat fondasi kesejahteraan. Di tengah keterbatasan, ia memilih untuk bergerak, bukan mengeluh diantara kerasnya hidup, ia menanam harapan melalui setandan pisang yang dijualnya.
Dan dibalik aroma manis pisang matang di lapak sederhananya di Pasar Cikampek, tersimpan pelajaran berharga bahwa pekerja sejati bukan hanya mereka yang kuat memperjuangkan haknya, tapi juga mereka yang tak pernah berhenti mencari jalan untuk hidup lebih layak dan bermartabat.