Jakarta, KPonline – Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) telah menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Beberapa pihak menyambut positif rencana revisi tersebut, sementara yang lain mengungkapkan kekhawatiran.
Menurut Ketua Komisi I DPR RI, revisi UU TNI bertujuan untuk memperbarui dan memperkuat peran TNI dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara. Namun, beberapa pihak khawatir bahwa revisi tersebut dapat memperlemah prinsip supremasi sipil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kita harus memastikan bahwa revisi UU TNI tidak akan memperlemah prinsip supremasi sipil dan tidak akan membuka peluang bagi TNI untuk campur tangan dalam urusan sipil,” kata seorang anggota Komisi I DPR RI.
Informasi yang berhasil dihimpun koran perdjoeangan, beberapa organisasi masyarakat sipil menyambut positif rencana revisi UU TNI. Mereka berharap bahwa revisi tersebut dapat memperkuat peran TNI dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara, serta dapat meningkatkan kualitas dan profesionalisme TNI.
“Kita berharap bahwa revisi UU TNI dapat memperkuat peran TNI dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara, serta dapat meningkatkan kualitas dan profesionalisme TNI,” kata ketua salah satu organisasi masyarakat sipil.
Pemerintah dan DPR RI telah menyatakan bahwa mereka akan melakukan diskusi dan pembahasan yang transparan dan terbuka untuk memastikan bahwa revisi UU TNI dapat memenuhi kepentingan dan harapan masyarakat.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melalui siaran persnya mengungkapkan upaya menghidupkan Dwi Fungsi melalui Revisi UU TNI adalah bentuk mengkhianati amanat reformasi, membahayakan demokrasi, negara hukum serta ancaman serius bagi HAM
YLBHI dengan tegas menolak revisi UU TNI yang akan melegitimasi praktik dwifungsi ABRI dan membawa Indonesia ke rezim Neo Orde Baru. YLBHI memandang bahwa usulan revisi UU TNI bertentangan dengan agenda reformasi TNI yang semestinya mendukung TNI menjadi tentara profesional sebagai alat pertahanan negara sebagaimana amanat konstitusi dan demokrasi.
DPR RI dan Presiden melalui usulan revisinya justru akan menarik kembali TNI kedalam peran sosial politik bahkan ekonomi-bisnis yang dimasa Orde Baru yang terbukti tidak sejalan dengan prinsip dasar negara hukum dan supremasi sipil serta merusak sendi-sendi kehidupan demokrasi.
Selain itu, revisi UU TNI justru akan mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas/kekebalan hukum anggota TNI. Jika hal ini dibiarkan akan berdampak serius pada suramnya masa depan demokrasi, tegaknya negara hukum dan peningkatan eskalasi pelanggaran Berat HAM di masa depan.
Selain pembahasannya yang tertutup dan nir partisipasi bermakna dari publik, YLBHI juga mencatat adanya 4 hal bermasalah dalam substansi RUU TNI :
1. Memperpanjang masa pensiun, menambah persoalan penumpukan perwira Non Job dan Penempatan Ilegal Perwira Aktif di Jabatan Sipil
2. Perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh perwira TNI aktif, Mengancam Supremasi Sipil, Menggerus Profesionalisme dan Independensi TNI
3. Membuka ruang ikut campur ke wilayah Politik keamanan Negara
4. Menganulir Suara Rakyat melalui DPR dalam pelaksaan operasi militer selain perang.