Purwakarta, KPonline-Di tengah gempuran narasi bahwa perusahaan-perusahaan kabur dari Jawa Barat karena upah dianggap terlalu tinggi, sebuah fakta besar meledak di Cikarang. Raksasa industri asal Jerman, Bosch, justru memilih Jawa Barat sebagai rumah baru bagi Mega proyek manufakturnya. Bukan pindah. Bukan hengkang. Tapi membangun pabrik raksasa berteknologi tinggi di kawasan industri Deltamas, Bekasi.
Pada Rabu (19/11/2025), Bosch resmi memulai pembangunan fasilitas manufaktur berkonsep modular seluas 82.000 meter persegi. Satu angka yang langsung menampar telak narasi relokasi yang selama ini dijual ke publik untuk menekan tuntutan upah buruh.
Fasilitas ini dirancang sebagai pusat lokalisasi produk dan layanan, menyatukan seluruh unit bisnis Bosch di Indonesia di bawah satu atap. Tidak tanggung-tanggung, pabrik ini akan memproduksi Battery Management System (BMS), komponen bernilai tambah tinggi dan berteknologi canggih yang menjadi jantung kendaraan listrik masa depan.
“Fasilitas manufaktur baru ini akan memungkinkan kami memenuhi kebutuhan pasar Indonesia yang terus berkembang dan mendukung kebutuhan produksi dari semua divisi Bosch di bawah satu atap,” ujar Vijay Ratnaparkhe, President of Bosch for Southeast Asia.
Pernyataan Vijay tidak hanya diplomatis. Ia adalah tamparan halus bagi mereka yang selalu menyalahkan upah sebagai biang kerok hengkangnya industri. Bosch justru melihat Indonesia, khususnya Jawa Barat, bukan sebagai beban, tapi destinasi investasi potensial dengan populasi muda yang melek teknologi, pertumbuhan ekonomi stabil, dan pemerintahan yang dinilai solid.
Terkait nilai investasi, Bosch tidak mengumumkan angka pasti, namun Managing Director Bosch Indonesia, Pirmin Rieger, memberikan gambaran penting: nilai terbesar dalam sebuah pabrik bukanlah bangunannya, tetapi mesin dan teknologi di dalamnya. Dan untuk fasilitas seluas itu, potensi investasinya bisa mencapai 250 juta euro atau sekitar Rp 4,82 triliun dan bisa lebih besar lagi di tahap penuh.
“Yang mahal adalah mesin dan produksi di dalamnya… itu yang menentukan nilai sebuah pabrik. Karena itu sulit bagi saya memberi angka pasti hari ini,” jelas Rieger.
Ia menambahkan bahwa bila melihat kapasitas penuh fasilitas 80.000 meter persegi, investasi bisa tembus lebih dari 250 juta euro, tentu dengan dukungan pemerintah Indonesia. Sebuah sinyal kuat: perusahaan global justru membutuhkan stabilitas, kepastian industri, dan ekosistem yang berkembang bukan sekadar upah murah.
Bosch menargetkan pabrik ini mulai beroperasi awal 2027, memproduksi electronic control unit, engine cooling fan, wiper, serta membuka ruang besar bagi perluasan produksi otomotif, terutama komponen kendaraan listrik.
“Ketika ekosistem elektrifikasi di Indonesia makin matang, kami bisa melokalkan lebih banyak produk kami untuk sektor EV, misalnya BMS atau komponen apa pun yang dibutuhkan kendaraan roda empat atau roda dua,” ujar Rieger.
Pada intinya, Bosch melihat masa depan di sini. Di Jawa Barat. Di tengah pekerja yang sering distigma mahal, rewel, atau tak kompetitif.
Sementara pasar lokal terus matang, Bosch berencana menambah lebih banyak produk dalam portofolionya. Sebuah pesan terang-benderang: industri tidak lari dari upah, mereka lari dari ketidakpastian. Dan ketika kepastian hadir, investasi kelas dunia datang bukan pergi.
Bosch membuktikan bahwa yang lari itu bukan pabrik, tapi narasi bohong tentang upah buruh.