Pelalawan, KpOnline- Relawan Jaminan Kesehatan Watch (Jamkeswatch) Riau turun tangan mendampingi seorang pasien anak peserta BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Efarina, Pangkalan Kerinci, Jumat (8/11/2025). Pasien bernama Ahmad Syauqi, putra dari Nanda Nalisa, sempat tertahan di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) karena tidak mendapat ruang rawat inap dengan alasan kamar kelas 3 penuh.
Keterlambatan pelayanan tersebut langsung mendapat perhatian dari Relawan Jamkeswatch Kabupaten Pelalawan, Heri, yang segera melakukan pendampingan kepada keluarga pasien untuk memastikan hak-hak peserta BPJS Kesehatan terpenuhi. Heri menegaskan bahwa rumah sakit tidak boleh menolak atau menunda perawatan pasien hanya dengan alasan kamar penuh.
“Rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib memberikan layanan maksimal. Jika ruang kelas 3 penuh, pasien harus dipindahkan ke kelas yang lebih tinggi tanpa dikenakan biaya tambahan. Itu sudah diatur secara jelas dalam regulasi BPJS,” tegas Heri di sela pendampingannya.
Setelah dilakukan komunikasi dan klarifikasi oleh Jamkeswatch, pihak Rumah Sakit Efarina akhirnya merespons cepat dengan memindahkan Ahmad Syauqi dari IGD ke ruang rawat inap yang tersedia. Heri menyebut langkah cepat ini menunjukkan bahwa koordinasi yang baik masih bisa dilakukan apabila ada pengawasan dari pihak eksternal seperti Jamkeswatch.
Namun demikian, Heri mengingatkan agar kasus serupa tidak terulang. Ia menilai alasan klasik “kamar penuh” sering digunakan sejumlah rumah sakit untuk menunda pelayanan kepada peserta BPJS, padahal secara hukum hal itu tidak dibenarkan. “Tidak boleh ada diskriminasi pelayanan. Peserta BPJS berhak atas perlakuan yang sama dengan pasien umum. Ini soal kemanusiaan dan tanggung jawab moral lembaga kesehatan,” ujarnya tegas.
Jamkeswatch Riau juga meminta manajemen Rumah Sakit Efarina untuk memperkuat komitmen pelayanan terhadap pasien peserta BPJS, terutama pada kasus anak dan gawat darurat. Heri menilai rumah sakit harus memiliki mekanisme transparan dan cepat dalam menangani kondisi darurat tanpa menunggu instruksi lanjutan atau alasan administratif.
“Pelayanan kesehatan bukan hanya soal ketersediaan fasilitas, tapi soal niat dan kepatuhan terhadap aturan. Rumah sakit jangan bermain di area abu-abu dengan alasan teknis. Jika pasien sudah masuk IGD dan dinyatakan perlu rawat inap, maka itu tanggung jawab penuh rumah sakit untuk menyediakan kamar,” tutup Heri dengan nada tegas.