Cimahi, KPonline — Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Cimahi menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Cimahi, Jalan Raden Demang Hardjakusumah, Cibabat, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, pada Selasa (23/12/2025).
Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap rekomendasi Pemerintah Kota Cimahi yang menetapkan indeks kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Cimahi sebesar 0,7. Para buruh menuntut agar indeks kenaikan UMK direvisi menjadi 0,9.
Hasil rapat Dewan Pengupahan Kota Cimahi yang merekomendasikan indeks 0,7 dinilai belum mencerminkan kebutuhan riil pekerja di Kota Cimahi. Massa aksi mendesak pemerintah daerah agar mengubah keputusan tersebut demi menjamin kesejahteraan buruh.
Ketua Konsulat Cabang FSPMI Bandung Raya FSPMI, Biddin Supriyono, menyampaikan bahwa upah hidup layak di Kota Cimahi saat ini berada di kisaran Rp
4,5 juta per bulan. Sementara itu, jika UMK Cimahi hanya naik dengan indeks 0,7, buruh masih harus menutup kekurangan sekitar Rp.500 ribu setiap bulannya.
“Dengan indeks 0,7, buruh Kota Cimahi masih nombok sekitar Rp.500 ribu per bulan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak,” ujar Biddin di sela aksi.
Aksi unjuk rasa ini sempat dimediasi oleh Kapolres Cimahi AKBP Niko N. Adi Putra S. H., S. I. K. Dalam mediasi tersebut beberapa perwakilan buruh diterima dalam audiensi dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Cimahi.
Dalam audiensi tersebut, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Cimahi yang Asep Ajat Jayadi S. E. M. M. menjelaskan bahwa penetapan indeks kenaikan UMK Cimahi telah sesuai dengan surat edaran dari pemerintah pusat. Ia juga menegaskan bahwa keputusan tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah Kota Cimahi, Apindo sebagai perwakilan pengusaha, serta Dewan Pengupahan Kota Cimahi yang melibatkan sejumlah perwakilan serikat pekerja.
Meski demikian, Pihak Pemerintahan Kota Cimahi mengakui bahwa perwakilan dari FSPMI, Asep Sudarman yang merupakan Dewan Pengupahan dari unsur Serikat Pekerja tidak ikut menandatangani kesepakatan tersebut, namun Pemerintah Kota Cimahi menyatakan tetap membuka ruang dialog lanjutan guna menjaga kondusivitas hubungan industrial di wilayah tersebut.