Rakyat Meminta Hentikan Kemewahan DPR/DPRD

Rakyat Meminta Hentikan Kemewahan DPR/DPRD

Purwakarta, KPonline – Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 21 tahun, tewas terlindas rantis polisi dalam demonstrasi 28 Agustus 2025 di Jakarta. Pemicunya? Tunjangan perumahan DPR Rp50 juta, yang membuat pendapatan mereka Rp100-230 juta—27 hingga 74 kali upah buruh Rp3,09 juta. Sementara rakyat terhimpit PHK massal (42.385 pekerja hingga Juni 2025) dan PPN 12%, DPR berjoget di sidang MPR dan menyebut kritik “tolol”. Kini, DPRD Jakarta disorot dengan tunjangan perumahan Rp70,4-78,8 juta—23 kali UMP Rp5,39 juta.

Demonstrasi di Jakarta, Makassar, hingga Surabaya berujung ricuh, merenggut 10 nyawa. ICW menyebut tunjangan DPR berpotensi menghabiskan Rp1,74 triliun dalam 5 tahun, sementara Formappi menyoroti kinerja DPR yang hanya menyelesaikan 1 dari 42 RUU prioritas 2025. Dengan gini rasio 0,375, ketimpangan ini memicu kemarahan rakyat.

Wahyu Hidayat, pendiri Spirit Binokasih, menegaskan, “Wakil rakyat dan pejabat publik harus berempati terhadap keadaan rakyat.” Ia menyerukan penghapusan tunjangan berlebihan, seperti yang dijanjikan berakhir Oktober 2025, dan fokus pada legislasi seperti RUU Perampasan Aset dan peningkatan upah minimum. Wahyu juga mendesak anggaran untuk BSU Rp300.000/bulan dan pendidikan gratis, bukan fasilitas mewah. “Rakyat harus terus bersuara melalui aksi damai dan media sosial. Ini perjuangan untuk keadilan,” katanya.

DPR menghapus tunjangan perumahan per 31 Agustus 2025, tetapi perjuangan belum selesai. Tuntut transparansi, pengawasan kinerja, dan kebijakan pro-buruh. Gunakan #BubarkanDPR di media sosial. Aksi damai dan petisi adalah senjata kita. Bersatu, kita pastikan elite tak lagi mengkhianati rakyat.