Purakan Ala Pakerin, Keserakahan ataukah Kebersamaan?

Purakan Ala Pakerin, Keserakahan ataukah Kebersamaan?

Mojokerto, KPonline – Purakan, sebuah tradisi yang telah melekat pada masyarakat, khususnya di wilayah Jawa Timur dan telah turun temurun dari generasi ke generasi.

Kata purakan, bukan merujuk pada sikap berpura-pura atau sindiran halus. Istilah purakan bermakna : makan bersama banyak orang, dengan jumlah porsi besar, duduk melingkari tempat makanan dan menggunakan tangan.

Tradisi ini selain menciptakan sensasi makan bersama banyak orang, juga menunjukkan etika makan, kebersamaan, saling berbagi dan menghormati. Biasanya makanan disantap diwadah yang besar atau beralaskan daun pisang atau kertas makanan yang diatur berjejer memanjang.

Entah mengapa, kata purakan terasa cocok untuk menggambarkan kondisi PT. Pakerin saat ini. Bisa jadi dengan adanya perseteruan internal antar pemegang saham, seolah-olah PT. Pakerin jadi ajang PURAKAN, berebut makan besar antar keluarga pemilik perusahaan.

Namun, purakan yang dimaksud bukan soal itu. Ratusan buruh Pakerin yang sedang melakukan aksi untuk menuntut haknya. Terlihat melakukan purakan. Mereka menggelar makan besar bersama di tengah-tengah aksi demontrasi.

Purakan ini terjadi bukan hanya karena kebersamaan dan kekompakan buruh Pakerin, namun juga kondisi dan keadaan yang menyebabkan mereka harus menghemat dan mengupayakan keberlanjutan kehidupan.

Bagaimana tidak, sudah 4 bulan ini buruh Pakerin tidak mendapatkan gaji dan THR juga dicicil. Belum lagi menolak PKPU yang sangat merugikan seluruh karyawan. Mereka berjuang dari mulai Pengadilan Negeri, Kantor OJK, rumah ketiga Direktur PT. Pakerin dan Bank Prima tempat dana perusahaan disimpan.

Sudah berhari-hari karyawan Pakerin menggelar demonstrasi di berbagai tempat di Surabaya. Berhari-hari pula mereka tidak pulang ke rumah dan menginap di jalanan serta berbagai lokasi. Dari ujung utara surabaya, ujung selatan, ujung barat dan ujung timur Surabaya.

Hal ini tidak hanya menguras pikiran, tenaga dan dana. Namun juga merepotkan banyak pihak dari kepolisian, kejaksaan dan lingkungan perumahan tempat lokasi aksi.

Purakan menjadi solusi buruh untuk menghemat pengeluaran dan mengurangi beban. Meskipun dengan lauk ala kadarnya seperti ikan asin, tempe atau sambal. Namun kekompakan ini menjadikan perjuangan ditanggung bersama-sama, dirasakan sama-sama dan semangat pantang menyerah.

Ironis memang, disaat para pemegang saham atau pemilik perusahaan purakan miliaran uang yang ada di Bank Prima. Para buruhnya sedang terlantar dan purakan seadanya di paksa keadaan.

Purakan (makan besar bersama) bagi kaum kecil menggambarkan kebersamaan dan kesederhanaan. Namun bagi mereka yang berkuasa dan beruang, purakan menunjukkan keserakahan dan saling rebutan.

Aksi-aksi masih berlanjut, purakan demi purakan masih terjadi. Tidak hanya ancaman kelaparan perut karyawan dan keluarganya, namun juga PHK yang tentu mengorbankan banyak orang. Semoga pemerintah pusat peduli, Pakerin jangan seperti Sritek dan purakan jangan hanya dinikmati penguasa dan pemodal saja. (Mbah Gondrong)