Kuantan Singingi, KPonline – Dugaan pelanggaran hak normatif kembali mencuat di sektor perkebunan. Kali ini, PT. Tunggal Jaya Santika (TJS) yang beroperasi di Desa Sungai Langsat, Kecamatan Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, dilaporkan tidak membayarkan hak-hak pekerja usai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak.
Pada Sabtu, 6 Juli 2025, Ketua Konsulat Cabang FSPMI Kuantan Singingi, Jon Hendri, SE, menggelar pertemuan resmi dengan sejumlah pekerja yang mengaku tidak mendapatkan kejelasan atas status hubungan kerja mereka meskipun telah bekerja selama bertahun-tahun. Bahkan, ada pekerja yang telah mengabdi lebih dari satu dekade namun tetap berstatus tidak tetap.
“Dalam pertemuan itu terungkap fakta bahwa perusahaan tidak membayar upah sesuai ketentuan dan tidak mendaftarkan pekerja ke program BPJS Ketenagakerjaan. Ini pelanggaran serius terhadap UU Ketenagakerjaan dan UU BPJS,” ungkap Jon Hendri.
Pelanggaran tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang telah diperbarui melalui UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta diperkuat dengan PP No. 35 Tahun 2021. Sementara terkait jaminan sosial, perusahaan juga dinilai melanggar ketentuan dalam Pasal 99-100 UU Ketenagakerjaan serta UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Sebagai bentuk perlawanan hukum, para pekerja telah memberikan kuasa penuh kepada Lembaga Bantuan Hukum FSPMI Provinsi Riau untuk melakukan pendampingan dan upaya advokasi. Surat permintaan klarifikasi pun telah dilayangkan ke manajemen PT. TJS, khususnya unit perkebunan di Sei Sako.
Rencananya, LBH FSPMI akan menggelar audiensi resmi dengan pihak perusahaan. Dalam audiensi itu, FSPMI akan melibatkan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kuantan Singingi dan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Taluk Kuantan sebagai bentuk sinergi dalam upaya penegakan perlindungan pekerja.
Jon Hendri menyebutkan bahwa audiensi dijadwalkan antara tanggal 9 hingga 14 Juli 2025. Bila sampai batas waktu itu pihak perusahaan tidak merespons secara baik, maka FSPMI bersama pekerja akan mengajukan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kepada Komisi II DPRD Kabupaten Kuantan Singingi.
“Jika perusahaan tetap diam, kami akan bawa persoalan ini ke forum legislatif untuk mendapat pengawasan dan dukungan politik. Hak pekerja tidak boleh diabaikan,” tegas Jon Hendri. (Heri)