Polemik UMSK 2026 Purwakarta: Gubernur Bilang Tak Ada Angka, Bupati Klaim Sudah Koordinasi

Polemik UMSK 2026 Purwakarta: Gubernur Bilang Tak Ada Angka, Bupati Klaim Sudah Koordinasi

Purwakarta, KPonline-Penetapan upah minimum sektoral kabupaten/kota 2026 melalui Surat Keputusan (SK) Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota 2026 oleh Gubernur Jawa Barat yang ditandatangani pada 24 Desember 2025 justru meninggalkan luka baru bagi rakyat buruh di salah satu wilayah yang secara historis menjadi pelopor Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK), yakni Kabupaten Purwakarta.

Kabupaten Purwakarta sama sekali tidak tercantum dalam daftar UMSK yang disahkan. Padahal, jauh sebelum SK UMSK 2026 ditetapkan, perwakilan buruh Purwakarta mengaku sudah bertemu langsung dengan Bupati Purwakarta. Dalam pertemuan itu, bupati menyampaikan bahwa penetapan UMK dan UMSK Purwakarta telah dikoordinasikan dengan Gubernur Jawa Barat.

Dan bagi buruh Purwakarta, ini bukan sekadar soal angka yang hilang, tetapi tentang proses yang dinilai penuh kejanggalan dan saling bertolak belakang antar pemangku kebijakan.

Dalih Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam akun tiktok pribadinya menyebut tidak menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) Purwakarta karena dalam SK tidak ada nominalisasi angka dan hanya sektor saja tidak seperti Kabupaten Karawang yang menerapkan nominalisasi angka. Namun, pernyataan tersebut dinilai tidak sepenuhnya benar, bahkan terkesan berkelit, karena bertentangan dengan redaksional dan substansi dokumen rekomendasi yang ada.

Fuad BM, Ketua FSPMI Purwakarta menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa menerima begitu saja alasan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), yang menyebut Purwakarta tidak dicantumkan karena tidak ada angka tertulis dalam rekomendasi.

“Kami menghargai pendapat Pak Gubernur yang mengatakan Purwakarta tidak ada karena angkanya tidak tertulis. Tapi Pak Gubernur juga perlu tahu, sebelumnya rekomendasi dari Bupati Purwakarta itu tidak pernah ditunjukkan ke kami, buruh Purwakarta, untuk dikoreksi,” tegas Fuad.

Menurut Fuad, rekomendasi UMSK tersebut justru langsung dikirim ke Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) tanpa melalui mekanisme transparansi dan koreksi bersama unsur buruh, sebagaimana semangat dialog sosial yang selama ini digaungkan pemerintah.

Jika SK dan rekomendasi dari bupati Purwakarta dibaca secara utuh, justru terlihat jelas bahwa mekanisme perhitungan UMSK tercantum eksplisit, meski tidak dituangkan dalam bentuk angka nominal final seperti yang dilakukan Kabupaten Karawang. Pada bagian prolog hingga pengantar sebelum bagan klasifikasi sektor, terdapat penegasan peran kepala daerah dan rujukan mekanisme yang menjadi dasar penetapan. Artinya, ketiadaan angka bukan berarti ketiadaan dasar hukum maupun teknis.

Sk rekomendasi UMSK yang dikeluarkan Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Bin zein

Lebih jauh, dalam bagan rekomendasi tersebut, poin pertama hingga ketiga secara terang menyebutkan cara perhitungan sektoral, termasuk rumus dan variabel yang digunakan. Dengan demikian, secara prinsipil, tidak ada ruang untuk menyimpulkan bahwa UMSK Purwakarta “tidak ada”. Yang ada adalah perbedaan cara penyajian: Karawang menyebutkan angka final, sementara Purwakarta menyajikan mekanisme perhitungannya.

Di sinilah peran Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) Jawa Barat seharusnya diuji. Ketika mekanisme sudah tertulis, semestinya Depeprov bersikap jeli dan proaktif: mengonversi mekanisme tersebut menjadi angka konkret melalui koordinasi dengan pemangku kepentingan termasuk perwakilan buruh. Bukan justru menjadikan ketiadaan angka final sebagai alasan untuk menghapus Purwakarta dari SK penetapan.

Fakta ini memperlihatkan adanya ketidakselarasan (mismatch) antara alasan yang disampaikan Gubernur dengan data dokumen yang tersedia. Maka wajar jika muncul tuntutan agar SK tersebut dikoreksi, sebab esensi UMSK bukan semata soal nama daerah tercantum atau tidak, melainkan hak buruh atas kepastian upah sektoral yang layak.

Fuad BM pun menilai penting untuk menegaskan hal ini agar pemberitaan tidak terjebak dalam narasi ambigu. Menyederhanakan persoalan seolah Purwakarta gagal karena angka kosong justru menyesatkan publik dan menutup fakta bahwa dasar perhitungan itu ada. Yang absen bukan mekanisme, melainkan keberanian dan ketelitian dalam menetapkan.

Dengan demikian, pernyataan bahwa UMSK Purwakarta tidak dapat ditetapkan karena tidak ada nominalisasi angka patut dipertanyakan. Data menunjukkan sebaliknya. Jika mekanisme telah disediakan, maka alasan tidak ada angka lebih menyerupai dalih administratif ketimbang kebenaran substantif. Dan pada titik ini, yang dirugikan bukan sekadar Purwakarta sebagai daerah, melainkan ribuan buruh yang kembali dipaksa menelan ketidakpastian.

Bagi Fuad, jika memang terdapat kekeliruan administratif atau teknis dalam rekomendasi UMSK Purwakarta, seharusnya bukan dihapus begitu saja dari SK. Pemerintah provinsi dinilai memiliki ruang untuk meminta revisi, perbaikan, atau penambahan dokumen, bukan malah menghilangkan Purwakarta seolah-olah daerah ini tidak pernah ada dalam proses pengupahan.

“Kalau ada kekeliruan, harusnya bisa diminta direvisi atau ditambahkan. Bukan dihilangkan sama sekali. Ini UMSK, menyangkut hajat hidup buruh dan keluarganya, bukan seperti coretan di papan tulis,” kata Fuad.

Tenggelamnya UMSK ini dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap regulasi, mengingat UMSK Purwakarta seharusnya tetap berlaku sesuai ketentuan karena sudah di-SK-kan oleh bupati Purwakarta sebelum 24 Desember 2025.

Hilangnya Purwakarta dalam SK UMSK 2026 semakin memperkuat kecurigaan buruh purwakarta bahwa persoalan ini bukan semata kesalahan teknis, melainkan cerminan buruknya komunikasi dan minimnya keberpihakan terhadap pekerja di daerah industri.

Kini, buruh Purwakarta menegaskan tidak akan tinggal diam. Mereka menuntut klarifikasi terbuka, perbaikan SK UMSK 2026, serta pertanggungjawaban pihak-pihak yang terlibat dalam proses rekomendasi hingga penetapan yang dinilai penuh kontradiksi.

“Kalau negara bisa cepat merevisi aturan demi investasi, seharusnya negara juga bisa cepat memperbaiki kesalahan ketika hak buruh dihilangkan,” pungkas Fuad BM.