Pendapatan DPR Per Hari 25 Kali Lipat Pendapatan Buruh, Sebuah Potret Ketimpangan yang Memalukan

Pendapatan DPR Per Hari 25 Kali Lipat Pendapatan Buruh, Sebuah Potret Ketimpangan yang Memalukan

Medan,KPonline, – Beredar informasi ditengah-tengah publik yang akhirnya membuat mata rakyat negeri ini terbuka lebar, pendapatan seorang anggota DPR RI disebut mencapai Rp 3 juta per hari.

Ya..rakyat tidak salah membaca. Tiga juta rupiah per hari, Angka ini sontak memantik polemik dan kemarahan publik, yang sudah lama dicekik oleh ketidakadilan sosial.

Tidak mengherankan jika informasi ini memicu gelombang protes dan aksi di berbagai daerah.

Mari bersama kita letakkan fakta ini di atas meja, tanpa bumbu pemanis, seorang buruh di Provinsi Sumatera Utara, yang bekerja dan upahnya dibayar berdasarkan perhitungan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara (UMP-SU) Tahun berjalan, hanya mendapat Rp 2.992.559 per bulan. Jika dihitung rata-rata per hari (25 hari kerja), itu hanya Rp 119.703,68.(Seratus Sembilan Belas Ribu Tujuh Ratus Tiga koma Enam puluh delapan Rupiah)

Bandingkan dengan pendapatan anggota DPR Rp 3 juta setiap harinya.

Artinya, pendapatan anggota DPR ini 25 kali lipat lebih besar dari keringat rakyat yang mereka wakili.

Pertanyaannya, Apakah ini wajar, pantas, dan cukup adil?

Sementara jutaan buruh harus bangun sebelum fajar, berangkat kerja menembus hujan dan panas, bekerja 8 hingga 12 jam demi sepotong roti kehidupan, sedangkan para anggota DPR yang duduk di kursi empuk Senayan menikmati pendapatan fantastis. Ironisnya, sebagian dari mereka rajin absen sidang, tidur saat rapat, dan sibuk berebut kursi kekuasaan daripada memikirkan nasib rakyat.

Lebih pedih lagi, mereka sering berteriak soal “kesejahteraan buruh” saat kampanye, tetapi setelah terpilih, suara itu lenyap seperti asap di udara. Mereka lebih sibuk memperjuangkan anggaran perjalanan dinas, tunjangan, dan fasilitas mewah dibanding menuntaskan persoalan upah layak, PHK massal, jaminan sosial buruh,penghapusan outsourcing dan berbagai persoalan buruh lainnya.

Apakah anggota DPR itu sudah lupa bahwa negeri ini berdiri di atas keringatnya para buruh, Tanpa buruh, roda ekonomi pasti lumpuh.

Apakah anggota DPR itu sudah lupa, bahwa pendapatan Rp 3 juta perhari itu seluruhnya menjadi beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan sumbernya sebagian dari keringat darahnya buruh.

Tetapi apa balasan dari anggota DPR ini, buruh hanya diberi remah, sementara meja pesta di Senayan penuh dengan hidangan kemewahan.

Kesenjangan ini bukanlah sekadar angka, tetapi tamparan keras bagi nurani bangsa.”Ketika satu kelompok bisa hidup mewah dari uang rakyat, sementara rakyat yang mereka wakili harus bertahan hidup dengan upah minim, di situlah pengkhianatan terjadi. Ini bukan lagi soal gaji, ini soal moral, soal keadilan, soal apakah negeri ini masih punya hati”

Seharusnya DPR tidak hanya mengaku sebagai “wakil rakyat”, tetapi benar-benar memahami denyut nadi rakyat. Gaji dan fasilitas mereka harus proporsional dengan kinerja dan tanggung jawab, bukan menjadi simbol ketamakan. Jika mereka benar-benar peduli, mengapa tidak ada satu pun yang rela memotong pendapatan mereka untuk disalurkan kepada program kesejahteraan Buruh.

Jika mereka para anggota DPR ini benar-benar representasi dari rakyat, setidaknya mereka punya empati dan nurani, mengakomodir dan merealisasikan semua tuntutan buruh.

Ingatlah, negara ini tidak akan hancur oleh kemiskinan, tetapi akan runtuh oleh ketidakadilan.

Dan ketidakadilan itu sedang disaksikan oleh puluhan juta rakyat negeri ini dengan mata telanjang” Pendapatan DPR 25 kali lipat dari pendapatan buruh”

“Haruskah kita semua kaum buruh diam, dan sampai kapan kita kaum buruh mau diam?” (Anto Bangun)