Kendal, KPonline – Pentingnya keterlibatan aktif buruh, khususnya generasi muda, dalam dunia politik untuk memperjuangkan kebijakan yang berpihak pada kelas pekerja, merupakan hal yang disampaikan oleh Luqmanul Hakim, selaku Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) FSPMI Jawa Tengah saat mengisi salah satu materi dalam Jambore Pekerja Muda FSPMI Jawa Tengah, Sabtu (2/8/2025).
Dirinya menyebutkan bahwa salah satu langkah strategis FSPMI dalam menjawab tantangan zaman adalah melalui GASPOL atau Gerakan Sosial Politik yang merupakan salah satu dari tujuh pilar FSPMI.
“Hidup di Indonesia tidak bisa lepas dari politik. Setiap kebijakan yang kita rasakan, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, adalah hasil dari proses politik,” jelasnya.
Ia mencontohkan beberapa produk hukum yang lahir dari proses politik yang tidak berpihak pada buruh, antara lain:
- PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang menetapkan upah minimum hanya berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
- Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law), yang di dalamnya memuat aturan yang mendegradasi hak para buruh seperti mengurangi nilai pesangon dari dua kali ketentuan menjadi setengah ketentuan, mengizinkan tenaga kerja asing tanpa syarat bisa berbahasa Indonesia. melegitimasi sistem outsourcing secara luas yang pastinya mempengaruhi pelaksanaan program jaminan sosial bagi pekerja.
“Karena itu, FSPMI bersama Partai Buruh menggugat UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan memenangkan uji materiilnya. Ini menunjukkan bahwa jalur politik adalah salah satu jalan perjuangan yang efektif,” tegas Luqman.
Ia menambahkan bahwa sebagian besar kebijakan yang dihasilkan oleh legislatif adalah hasil kepentingan kelompok pengusaha, karena mayoritas anggota DPR berasal dari kalangan tersebut.
“Produk undang-undang saat ini lebih banyak mewakili kepentingan pengusaha. Maka kita juga harus punya kendaraan politik untuk melawan ketimpangan itu, yakni Partai Buruh,” imbuhnya.
Luqman lalu mengingatkan tentang Trias Politika dalam sistem pemerintahan, yakni Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, yang seluruhnya berperan dalam proses lahirnya kebijakan. Maka dari itu, keterlibatan kaum buruh dalam politik bukanlah pilihan, tetapi sebuah keharusan strategis.
Ia juga mengajak peserta Jambore yang mayoritas merupakan pekerja muda untuk menjadi kader-kader pelopor Partai Buruh, sebagai penerus perjuangan politik serikat pekerja.
“Partai Buruh yang dulu didirikan oleh Muchtar Pakpahan, kini dihidupkan kembali oleh 11 elemen, dan FSPMI menjadi pelopornya. Maka, saya berharap Pekerja Muda FSPMI bisa menjadi pelopor generasi penerus Partai Buruh, untuk memastikan kebijakan ke depan berpihak pada buruh,” pungkasnya. (Ika S)