Semarang, KPonline — Pegiat buruh beserta sejumlah buruh yang tergabung dalam serikat pekerja di Kota Semarang menggelar aksi Topo Pepe di depan kantor Wali Kota Semarang, Jalan Pemuda, pada Kamis (6/11/2025). Aksi yang menurut rencana berlangsung selama dua hari ini merupakan bentuk keprihatinan sekaligus desakan kepada Wali Kota Semarang agar segera menetapkan Upah Minimum Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) Tahun 2026.
Dalam aksinya, para buruh membawa pesan kuat, “Kota ini dibangun dengan keringat buruh,” sebagai simbol perjuangan dan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah kota yang dinilai belum berpihak kepada kaum pekerja.
Ahmad Zainudin, pegiat buruh dari FSP KEP KSPI didampingi juga oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT), menyampaikan bahwa hingga kini belum terlihat kebijakan positif dari Wali Kota Semarang untuk meningkatkan kesejahteraan buruh.
“Buruh juga rakyat Kota Semarang. Namun sampai saat ini belum ada kebijakan yang benar-benar memperhatikan nasib mereka. Bahkan buruh masih mengingat tindakan Wali Kota yang melarang aksi peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei lalu,” ujarnya.
Para buruh menilai, sebagai kota metropolitan, Semarang justru memiliki tingkat upah paling rendah dibandingkan kota-kota metropolitan lain di Indonesia. Hal ini disebut sebagai catatan buruk bagi pemerintah kota.
Mengusung semboyan “Poverty is not eternity” atau “Kemiskinan bukanlah keabadian”, para buruh menyerukan perlunya terobosan kebijakan ketenagakerjaan yang berorientasi pada kesejahteraan.
Selain mendesak pemerintah kota, para buruh juga mengecam kebijakan pemerintah pusat yang dianggap menekan kepala daerah dalam penetapan upah. Mereka menilai ancaman sanksi dari Menteri Dalam Negeri terhadap kepala daerah yang menetapkan upah di atas ketentuan formula nasional bertentangan dengan semangat Pancasila.
“Tindakan pemerintah pusat yang menekan kepala daerah agar tidak berpihak pada buruh adalah bentuk pengingkaran terhadap keadilan sosial. Ini harus dihentikan,” tegas Zainudin.
Aksi Topo Pepe ini dilakukan secara damai sebagai bentuk refleksi dan perlawanan moral. Buruh berharap pemerintah kota dapat segera menetapkan UMK dan UMSK 2026 dengan besaran yang memenuhi kebutuhan hidup layak bagi kemanusiaan. (sup)