Morowali, KPonline – Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Logam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (PC SPL FSPMI) Kabupaten Morowali menggelar pertemuan Bipartit dengan manajemen PT. Dexin Steel Indonesia (DSI) menyusul polemik mutasi karyawan di kawasan IMIP, khususnya di Departemen Sintering pada Selasa, 8 Juli 2025.
Informasi yang dihimpun koran perdjoeangan, Permasalahan mencuat setelah sebanyak 14 pekerja, salah satu anggota SPL FSPMI, dipindahkan secara mendadak ke divisi Workshop Elektrik tanpa sosialisasi yang jelas.
Pihak perusahaan beralasan, perpindahan dilakukan karena kelebihan tenaga kerja salah satunya karyawan atas nama Herman skil conveyor, sehingga perlu penyesuaian dengan memindahkan sebagian ke divisi yang dianggap kekurangan.
Namun, menurut perwakilan SPL FSPMI, Muhammad Arabi, alasan tersebut tidak selaras dengan prinsip dasar mutasi yang seharusnya berorientasi pada pengembangan karir, pengisian kekosongan jabatan, atau peningkatan produktivitas, bukan semata karena kelebihan tenaga kerja.
Mutasi yang baik harus memperhatikan kompetensi, keahlian, dan jabatan pekerja, sebagaimana tertuang dalam Pasal 32 ayat 2 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.
“Mutasi yang dilakukan tanpa memperhatikan kesesuaian keahlian bukan hanya keliru, tapi juga bisa melemahkan produktivitas pekerja dan berdampak pada psikologis mereka,” ujar Arabi.
Sementara menurut Muhammad Ali Fata, sebagian besar pekerja yang dimutasi tidak benar-benar ditempatkan di bidang elektrik, melainkan menjalankan pekerjaan umum, selama lebih dari dua pekan. Hal ini memunculkan dugaan diskriminasi, sebab pekerja yang dipindah salah satunya merupakan anggota serikat.
“Kalau ini alasan penyesuaian lokasi kerja, seharusnya berlaku merata, bukan hanya untuk anggota SPL FSPMI,” tegasnya.
Pihak hubungan industrial PT. DSI mengklaim bahwa sosialisasi telah dilakukan oleh departemen terkait. Sosialisasi sudah dilakukan namun diakui kemungkinan adanya miskomunikasi.
PC SPL FSPMI Morowali juga menyoroti sikap pimpinan tenaga kerja asing (TKA) asal Tiongkok yang dianggap tidak sopan dan cenderung otoriter dalam memberi perintah kepada pekerja lokal.
Di akhir pertemuan Bipartit, kedua pihak sepakat untuk saling menghormati pendapat, mencari solusi yang adil, serta memastikan komunikasi yang lebih terbuka di masa mendatang.
“Kami minta agar perusahaan segera memberikan kejelasan nasib para pekerja yang terdampak mutasi yang tidak sesuai penempatannya dan menghentikan pola keputusan sepihak yang bisa merusak keharmonisan hubungan industrial,” pungkas Ali Fata. (Yanto)