Bekasi, Kponline – Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Elektronik Elektrik (PC SPEE) FSPMI Bekasi menggelar rapat rutin (Ratin) pada Senin (13/10/2025) di Gedung KC FSPMI Bekasi.
Rapat kali ini salah satunya difokuskan pada penguatan pemahaman hukum mengenai pemungutan dan pengelolaan iuran anggota serikat pekerja, yang merupakan bagian dari kegiatan organisasi yang sah serta dilindungi oleh undang-undang.
Dari informasi yang dihimpun Koran Perdjoeangan, Bidang Advokasi dalam rapat tersebut menegaskan bahwa dasar hukum pemungutan iuran serikat pekerja telah diatur secara jelas dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.187/MEN/IX/2004.
Aturan-aturan tersebut menegaskan bahwa serikat pekerja berhak menghimpun dan mengelola keuangan organisasi, termasuk melalui mekanisme pemotongan iuran anggota.
Selain itu, rapat juga menyoroti Pasal 28 jo Pasal 43 UU Nomor 21 Tahun 2000, yang menyebutkan bahwa siapa pun dilarang menghalang-halangi kegiatan serikat pekerja, baik melalui intimidasi, penghilangan hak, maupun dengan menolak pelaksanaan kewajiban organisasi seperti pemotongan iuran anggota.
Pembahasan turut memperkuat landasan hak asasi manusia dengan merujuk pada UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya Pasal 89 ayat (3) huruf (h), yang menegaskan bahwa pelanggaran terhadap hak berserikat dan berorganisasi termasuk dalam kategori pelanggaran HAM di bidang ketenagakerjaan.
Sebagai tindak lanjut, rapat PC SPEE FSPMI Bekasi merumuskan langkah strategis dan plan of action untuk menempuh jalur hukum melalui pengawas ketenagakerjaan atau aparat penegak hukum apabila ditemukan perusahaan yang menghambat atau menolak pelaksanaan pemotongan iuran serikat pekerja yang telah diajukan sesuai ketentuan.
Rapat menegaskan bahwa oknum perusahaan yang tidak mau menjalankan pemotongan iuran serikat pekerja yang telah diajukan secara sah sesuai peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi hukum, baik pidana maupun perdata.
Tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk penghalangan terhadap kegiatan serikat pekerja dan pelanggaran terhadap hak berserikat, sebagaimana dijamin oleh konstitusi dan undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia. (Ramdhoni)