Gresik, KPonline — Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Digital dan Transportasi (PC SPDT FSPMI) Kabupaten Gresik menyampaikan sorotan serius terhadap dugaan pelanggaran hak normatif yang dilakukan sejumlah perusahaan di kawasan industri JIPE dan kawasan industri Maspion. Sorotan ini disampaikan langsung dalam audiensi bersama Pemerintah Kabupaten Gresik di Kantor Bupati Gresik pada Senin (25/11/2025).
Ketua PC SPDT FSPMI Gresik, Fajar Rubianto, memaparkan bahwa pihaknya menerima banyak keluhan dari para pekerja mengenai praktik ketenagakerjaan yang diduga tidak sesuai peraturan. Menurutnya, sejumlah perusahaan besar di dua kawasan industri tersebut bahkan masih memberikan upah di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Gresik yang sudah ditetapkan pemerintah daerah maupun provinsi.
“Ini bukan sekadar satu-dua laporan. Indikasinya sistematis. Ada pekerja yang tidak didaftarkan BPJS, gaji di bawah UMK, bahkan hanya menerima Rp 100.000 per hari. Ini jelas pelanggaran hak normatif,” tegas Fajar dalam audiensi tersebut.
Poin 1 : Dugaan Pelanggaran Hak Normatif
Dalam forum tersebut, Fajar merinci beberapa pelanggaran yang diduga marak terjadi, di antaranya :
– Upah di bawah UMK
– Tidak didaftarkan BPJS Kesehatan dan justru dipaksa masuk program UHC Pemkab
– Tidak didaftarkan BPJS Ketenagakerjaan
– Penggunaan hubungan kerja magang dan kemitraan yang tidak sesuai ketentuan
– Masih ada perusahaan yang memberikan upah hanya Rp 100.000 per hari.
Poin 2 : Pelaksanaan Perda Nomor 7 Tahun 2022
PC SPDT FSPMI juga menyoroti pelaksanaan Perda Nomor 7 Tahun 2022, khususnya dalam proses perekrutan tenaga kerja. Fajar menekankan bahwa :
Dalam proses perekrutan, perusahaan wajib memilah dan memperhatikan desa atau wilayah yang terdampak, serta mengutamakan tenaga kerja dari wilayah terdampak tersebut.
Pemerintah dan aparat harus sigap dan mengambil sikap tegas agar tidak terjadi gesekan atau bentrok antar warga.
Fajar menilai bahwa ketidakpatuhan terhadap Perda ini berpotensi menimbulkan konflik horizontal jika tidak segera ditangani dengan baik.
Poin 3 : Pertanyakan Implementasi Perda Nomor 3 Tahun 2021
PC SPDT FSPMI juga mempertanyakan implementasi Perda Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pengurangan Penggunaan Plastik Sekali Pakai, karena di beberapa perusahaan Perda tersebut dijadikan alasan untuk membuat kebijakan internal yang justru merugikan pekerja.
“Kami meminta kejelasan. Perda lingkungan jangan sampai dipelintir menjadi kebijakan yang membebani pekerja,” tegas Fajar.
Fajar menegaskan bahwa PC SPDT FSPMI berharap pemerintah Kabupaten Gresik lebih proaktif dalam menangani dan mengawasi dugaan pelanggaran hak normatif pekerja. Ia juga menekankan komitmen organisasinya untuk terus berkomunikasi dengan Dinas Tenaga Kerja dan Ketua DPRD Gresik.
“Kami ingin pencegahan dini dilakukan bersama. Jika ini dibiarkan, dampaknya tidak hanya pada buruh, tetapi juga pada stabilitas sosial dan ekonomi di Kabupaten Gresik,” pungkasnya.
PC SPDT FSPMI menegaskan akan terus mengawal persoalan ini demi memastikan perlindungan penuh terhadap hak-hak dasar pekerja sesuai amanat peraturan perundang-undangan.
(Junaidi-Kontributor Gresik)



