Outsourcing, Strategi Efisiensi yang Berujung Ketidakpastian bagi Pekerja

Outsourcing, Strategi Efisiensi yang Berujung Ketidakpastian bagi Pekerja

Jakarta, KPonline – Saat ini, semakin banyak perusahaan berlomba-lomba menemukan cara agar tetap efisien, fokus, dan unggul dalam layanan. Salah satu cara yang kini menjadi arus utama di dunia industri adalah outsourcing, yaitu sebuah sistem kerja yang semula dianggap sebagai solusi efisiensi, namun kini memunculkan polemik panjang tentang keadilan dan kesejahteraan kaum pekerja.

#Apa Itu Outsourcing?

Outsourcing merupakan praktik bisnis di mana perusahaan menyerahkan sebagian fungsi operasionalnya kepada pihak ketiga yang memiliki keahlian di bidang tertentu. Awalnya, sistem ini hanya diterapkan untuk pekerjaan yang tidak berkaitan langsung dengan inti bisnis, seperti operator telepon, call center, petugas keamanan (satpam), atau tenaga kebersihan.

Namun, seiring berjalannya waktu, penggunaan sistem outsourcing meluas ke berbagai sektor dalam suatu perusahaan. Tenaga kerja outsourcing tidak lagi terbatas pada pekerjaan penunjang, tetapi merambah hingga ke lini produksi dan administrasi.

Bagi perusahaan, sistem ini jelas menguntungkan. Mereka tidak perlu menanggung beban fasilitas, tunjangan, hingga asuransi kesehatan, karena semua tanggung jawab berada di tangan perusahaan penyedia tenaga kerja. Namun, bagi para pekerja outsourcing, sistem ini justru menimbulkan ketidakpastian dan kerentanan sosial. Tak sedikit yang gajinya dipotong hingga 30 persen oleh perusahaan penyedia tenaga kerja tanpa transparansi yang jelas.

Dan mungkin, masih banyak pekerja outsourcing yang tidak tahu berapa besar potongan gaji yang diambil perusahaan penyedia.

#Akar Sejarah Outsourcing

Praktik outsourcing bukanlah hal baru. Sejak masa Yunani dan Romawi Kuno, sistem serupa sudah diterapkan. Kala itu, pemerintah menyewa prajurit asing dan ahli bangunan untuk memenuhi kebutuhan perang dan pembangunan.

Kemudian, gagasan efisiensi ini dikembangkan oleh ekonom Adam Smith pada 1776, yang berpendapat bahwa perusahaan bisa lebih produktif bila sebagian tugas diserahkan kepada pihak lain yang lebih ahli. Pandangan ini diperkuat lagi oleh Ronald Coase (1973) yang menegaskan pentingnya pengorganisasian produksi berdasarkan biaya terendah.

Memasuki era revolusi industri, praktik ini semakin menguat. Perusahaan mulai fokus pada kualitas produk dengan biaya minimal. Pada dekade 1970–1980-an, kompetisi global mendorong lahirnya model bisnis baru yang lebih fleksibel — salah satunya lewat outsourcing.

Di Indonesia, sistem kerja kontrak dan outsourcing resmi dilegalkan melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dan semakin tidak karuan melalui Undang-Undang Cipta Kerja.

#Bagaimana Sistem Kerja Outsourcing Berjalan

Sistem rekrutmen tenaga kerja outsourcing secara umum sama seperti perekrutan biasa. Bedanya, karyawan direkrut oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja, bukan langsung oleh perusahaan pengguna.
Setelah itu, perusahaan penyedia menempatkan tenaga kerja di perusahaan klien sesuai kebutuhan.

Perusahaan penyedia jasa membayar gaji pekerja terlebih dahulu, lalu menagihkan biaya ke perusahaan klien. Artinya, hubungan kerja resmi pekerja bukan dengan perusahaan pengguna, melainkan dengan penyedia tenaga kerja.

#Keuntungan Sistem Outsourcing

Dalam dunia bisnis modern, outsourcing sering dianggap sebagai strategi efisiensi yang cerdas. Bagi perusahaan, sistem ini memberikan beberapa keuntungan:

• Efisiensi Biaya dan Manajemen. Perusahaan bisa memangkas biaya operasional, administrasi, hingga pengelolaan SDM.

• Fokus pada Inti Bisnis.
Dengan mengalihkan pekerjaan non-inti, perusahaan dapat lebih fokus pada inovasi dan pengembangan bisnis utama.

• Akses ke Keahlian Khusus.
Outsourcing memungkinkan perusahaan memanfaatkan keahlian teknis tertentu tanpa harus merekrut secara permanen.

Bagi pekerja, sistem ini juga memberi manfaat meski terbatas. Mereka dapat memperoleh kesempatan kerja lebih luas, fleksibilitas waktu, serta peluang mengembangkan keterampilan di berbagai proyek.

#Sisi Gelap Outsourcing bagi Pekerja

Namun di balik manfaatnya, outsourcing menyimpan banyak persoalan serius, terutama bagi pekerja.

1. Ketidakpastian Kerja, yakni banyak pekerja hanya terikat kontrak jangka pendek tanpa jaminan perpanjangan.

2. Tidak Ada Tunjangan dan Perlindungan. Dimana, mereka tidak mendapat asuransi kesehatan, jaminan pensiun, atau tunjangan lain dari perusahaan pengguna.

3. Minim Kepastian Karier, yang mana peluang promosi atau pengembangan karier hampir tidak ada, karena status mereka bukan karyawan tetap perusahaan.

Oleh karena itu, outsourcing membuat pekerja kehilangan rasa memiliki terhadap tempat kerjanya. Mereka hanya ‘menyewa waktu dan tenaga’, tanpa masa depan.

#Outsourcing dalam peraturan perundang-undangan

Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah melakukan perubahan besar terhadap aturan ketenagakerjaan, termasuk konsep outsourcing.
Beberapa pasal dalam UU No.13/2003 seperti Pasal 64 dan 65 dihapus, sedangkan Pasal 66 direvisi.

Dalam aturan baru, istilah “outsourcing” diganti menjadi “alih daya”, sebagaimana dijelaskan lebih lanjut dalam PP No.35 Tahun 2021.

Jika sebelumnya hanya pekerjaan penunjang yang bisa dialihdayakan, maka dalam UU Cipta Kerja semua jenis pekerjaan bisa dimasukkan dalam sistem alih daya, termasuk pekerjaan inti.

Alhasil, kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra dikalangan pekerja. Banyak serikat buruh menilai, penghapusan pembatasan ini berpotensi memperluas ketidakpastian kerja dan menurunkan perlindungan buruh.

#Efisiensi yang Harus Berpihak

Outsourcing, di satu sisi, adalah strategi bisnis yang tak terhindarkan di era kompetisi global. Ia menawarkan efisiensi, fleksibilitas, dan kecepatan adaptasi. Namun di sisi lain, sistem ini menyimpan potensi ketidakadilan dan ketidakpastian bagi para pekerja yang menggantungkan hidupnya di dalamnya.

Diperlukan regulasi yang adil, transparan, dan berpihak pada kesejahteraan pekerja, agar praktik outsourcing tidak menjadi alat penghisapan, melainkan jembatan menuju efisiensi yang berkeadilan bagi seluruh pekerja di Indonesia.