Purwakarta, KPonline-Presiden Prabowo Subianto resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan, sebuah regulasi yang akan menjadi rujukan nasional dalam penetapan upah minimum ke depan. Kabar penting ini disampaikan langsung oleh Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, pada Selasa malam, 16 Desember 2025.
Menurut Menaker, Proses penyusunan PP Pengupahan ini telah melalui kajian dan pembahasan yang cukup panjang, dan hasilnya sudah dilaporkan kepada Presiden.
Ia menguraikan, setelah memperhatikan masukan dan aspirasi dari berbagai pihak, khususnya dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh, akhirnya Presiden Prabowo Subianto memutuskan formula kenaikan upah sebesar: Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa) dengan rentang Alfa 0,5 – 0,9.
“Tentunya, kebijakan Bapak Presiden ini sebagai bentuk komitmen untuk menjalankan putusan MK Nomor 168/ 2023.” jelas Menaker.
Namun, keputusan tersebut, memantik kegelisahan di kalangan rakyat buruh. Alih-alih membawa angin segar, skema baru justru dinilai berpotensi mengunci upah dalam lingkaran stagnasi, terutama di daerah dengan upah yang sejak lama berada di bawah kebutuhan hidup layak.
Perwakilan organisasi buruh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Purwakarta, Wahyu Hidayat, menyatakan pihaknya belum mengambil sikap final. “Malam ini secara nasional kami akan Zoom untuk menentukan sikap terkait PP Pengupahan ini. Sebelumnya kami sudah kirim surat aksi ke Istana Negara Jakarta pada Jumat, 19 Desember 2025. Aksi lanjut atau batal masih kami kaji karena PP-nya belum kami baca secara utuh,” ujarnya kepada Media Perdjoeangan melalui seluler. Rabu, (17/12/2025).
Wahyu mempertanyakan kejelasan koefisien Alfa. “Dengan Alfa 0,5–0,9, siapa yang merumuskan? Apa dasar acuannya? Apakah benar bisa mendongkrak upah buruh di daerah yang upahnya masih sangat kecil dan bahkan di bawah kebutuhan hidup layak?” tegasnya.
Ia menegaskan, PP Pengupahan harus disandingkan dengan Putusan MK Nomor 168/2023 yang menekankan living cost, bukan sekadar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang faktanya hingga kini masih banyak daerah belum mencapainya. “Kalau hitungan maksimal sekalipun diterapkan, sektor otomotif belum mampu mengejar upah minimum sektor kabupaten/kota (UMSK) 2020 sebesar Rp5.280.000 yang sampai hari ini masih jadi patokan. Sejak 2020, upah segitu-segitu saja. Menyedihkan,” katanya.
Di daerah, bara perlawanan pun mulai disiapkan. Untuk Purwakarta, Wahyu menyebut Aliansi Buruh Purwakarta akan menggelar rapat pekan depan. “Kami akan memastikan pemangku kebijakan memberi angka maksimal. Besar kemungkinan aksi besar-besaran digelar untuk memastikannya,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya redaksi keputusan kepala daerah. “Frasa yang sudah diberikan harus diganti yang telah diberlakukan. Kalau tidak, pekerja baru bisa digaji lebih rendah dari UMSK 2020. Ini yang tahun lalu kami lawan habis-habisan,” tambahnya.
Sementara itu, kalangan pengusaha melalui Apindo diperkirakan akan menyambut formula ini sebagai upaya menjaga kepastian usaha dan iklim investasi, dengan dalih keseimbangan antara daya beli buruh dan keberlangsungan industri.
Di sisi lain, kepala daerah dan Dinas Ketenagakerjaan didesak segera bersikap. Dewan Pengupahan kabupaten/kota disebut akan segera rapat untuk merespons PP tersebut.