Beijing, KPonline – Pada Konferensi ke-113 International Labour Conference (ILC) di Jenewa, Swiss, yang berlangsung pada 2–13 Juni 2025 dan dihadiri oleh lebih dari 6.000 delegasi dari 187 negara anggota International Labour Organization (ILO), disepakati penyusunan konvensi baru untuk mengatur regulasi terkait pekerja platform digital. Draft konvensi tersebut akan disiapkan dalam waktu satu tahun dan dijadwalkan untuk disahkan pada 2026. Setelah itu, negara-negara anggota ILO akan diminta untuk meratifikasi atau mengadopsinya menjadi undang-undang nasional.
Sejalan dengan hal tersebut, Federasi Serikat Pekerja Seluruh Tiongkok (All-China Federation of Trade Unions / ACFTU) menggelar seminar bertajuk “Pembangunan Berkelanjutan dan Peran Serikat Buruh” di Beijing dan Xiamen pada 19–26 Oktober 2025. Seminar ini dihadiri oleh 26 delegasi dari delapan negara, termasuk Tiongkok selaku tuan rumah, Rusia, Iran, Brasil, India, Mesir, Afrika Selatan, dan Indonesia yang diwakili oleh Agung Purwanto dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat pertukaran sosial dan budaya antarnegara BRICS, memanfaatkan peran strategis serikat pekerja dalam kerja sama BRICS, serta bersama-sama menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh revolusi teknologi dan transformasi industri.
Selaras dengan salah satu topik utama pada sidang ILO, seminar ini juga membahas isu pekerja platform digital. Salah satu narasumber, Yuan Zhaohui, peneliti dari China Institute of Labor Movement Studies, memaparkan materi bertema “Protection of Platform Economy Workers’ Rights and Interests” atau “Perlindungan Hak dan Kepentingan Pekerja Ekonomi Platform”.
Yuan menjelaskan secara rinci perkembangan dan tantangan yang dihadapi pekerja platform digital di Tiongkok. Ia membagi perkembangan ekonomi platform menjadi tiga fase utama:
-
Periode awal (2000–2010) – Munculnya perusahaan e-commerce besar seperti Alibaba dan JD.com yang menjadi motor penggerak utama ekonomi platform.
-
Periode ekspansi (2011–2018) – Era pertumbuhan layanan gaya hidup digital, ditandai dengan kemunculan perusahaan seperti Didi Chuxing dan Meituan yang mengubah pola konsumsi masyarakat.
-
Periode regulasi dan perlindungan (2019–sekarang) – Fokus pada peningkatan perlindungan hak dan kepentingan pekerja platform sebagai prioritas utama serikat pekerja Tiongkok.
Dalam paparannya, Yuan menegaskan pentingnya memperkuat peraturan ketenagakerjaan bagi pekerja digital dan mendorong keterlibatan aktif serikat pekerja dalam mengadvokasi hak-hak mereka. Ia juga menyoroti bahwa negara-negara Eropa dan Amerika Serikat kini mulai merespons isu perlindungan pekerja platform melalui kebijakan dan legislasi baru.
Sementara itu, di Indonesia, Partai Buruh bersama Serikat Pekerja beberapa waktu lalu telah menyerahkan draft RUU Ketenagakerjaan yang baru kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, yang diterima langsung oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.
Isu pekerja platform digital kini menjadi perhatian global. Banyak negara tengah mempersiapkan regulasi terkait perlindungan, status, dan kesejahteraan pekerja digital. Fokus utama meliputi kepastian kerja, perlindungan setara, aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pengemudi daring dan kurir, serta transisi dari sektor informal ke formal melalui kebijakan inklusif yang memperluas jaminan sosial dan meningkatkan kompetensi kerja.
Hingga berita ini diturunkan, seminar tersebut masih berlangsung dan dijadwalkan selesai dalam lima hari ke depan.



