Purwakarta, KPonline – Dalam Musyawarah Unit Kerja (Musnik) ke-5 Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen (SPAMK) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) PT. Ts Tech Indonesia yang berlangsung di Harper Hotel, Purwakarta pada Sabtu (19/7/2025). Suasana tidak hanya diisi oleh laporan kegiatan atau seremonial biasa. Justru yang mencuat adalah pesan mendalam tentang pentingnya keikhlasan dan berpikir jernih dalam menghadapi kesulitan, serta ajakan konkret untuk keluar dari stagnasi melalui aksi nyata.
Pernyataan menggugah datang dari Ketua Konsulat Cabang FSPMI Purwakarta, Fuad BM yang menggarisbawahi pentingnya memulai perubahan dari diri sendiri, termasuk dari lingkungan kantor serikat pekerja itu sendiri.
“Kalau sudah ikhlas berarti siap berpikir-pikir ya kan. Jangan marah, jangan ngambek kalau dihadapkan kesulitan. Itu baru ikhlas yang sejati,” ujarnya.
Pesan itu tak berhenti sebagai teori atau motivasi semata. Ketua Konsulat secara terbuka menyampaikan bahwa pihaknya sudah lima bulan terakhir memulai bersih-bersih di kantor konsulat sebagai bentuk perbaikan internal. Mulai dari penataan fisik ruang kerja hingga pembangunan mentalitas berpikir maju dan bertanggung jawab. Bahkan, kantor konsulat kini sudah mulai disiapkan sebagai pusat kegiatan dan pelatihan.
Dari Kantor Jadi Katalis: Kafe, Kursus Bahasa, hingga Lembaga Kerja ke Jepang
Salah satu inovasi yang mulai terlihat adalah pembukaan kafe konsulat, sebagai ruang pertemuan kreatif sekaligus simbol keterbukaan organisasi terhadap ide-ide baru. Tidak berhenti di situ, Konsulat juga telah memulai kursus bahasa Jepang yang kini telah masuk gelombang kedua.
“Untuk gelombang pertama sudah berjalan, sekarang 15 peserta aktif sedang belajar. Ke depan kita siapkan Lembaga Kerja Khusus (LKK) untuk menyalurkan tenaga kerja ke Jepang. Alhamdulillah, sudah dua orang yang berangkat,” ungkap Ketua Konsulat.
Tak hanya Jepang, wacana kerja sama juga mulai dijajaki dengan pihak Australia. Semua ini merupakan bagian dari strategi memperluas kesempatan kerja anggota serikat, terutama di tengah situasi produksi pabrik yang menurun dan jam kerja yang kian terbatas.
Dari Retorika ke Tindakan: Jangan Hanya Berpikir, Tapi Bergerak
Dalam pidatonya, sang ketua menyinggung pentingnya keluar dari kebiasaan hanya berbicara atau berpikir, namun tanpa aksi nyata.
“Berpikir itu penting, tapi kalau gak ada yang dilakukan, ya tetap saja gak ada perubahan. Pikiran itu harus dijadikan ide konkret dan kegiatan yang bisa dirasakan dampaknya,” tegasnya.
Seruan ini menyasar langsung pada dinamika internal organisasi, dimana ia mengingatkan agar para anggota tak terjebak dalam wacana ideologis yang berujung pada perpecahan atau kemalasan. Ia mencontohkan bagaimana banyak orang menginginkan perubahan, namun tidak siap untuk bekerja keras mewujudkannya.
“Jangan jadi orang yang hanya minta-minta. Dikasih 10, tapi dukanya 100. Tidak akan mungkin ada kesejahteraan kalau kita tidak mau berkorban dan bekerja keras,” tegasnya lagi.
Dari Pabrik ke Politik: Konsulat Siapkan Kader untuk Perubahan yang Lebih Luas
Tak hanya fokus pada ranah ketenagakerjaan, Konsulat Cabang FSPMI Purwakarta juga mulai merancang langkah strategis dalam ranah politik. Ketua Konsulat menyatakan bahwa pihaknya sedang menyusun peta tokoh-tokoh serikat yang memiliki potensi untuk terjun ke dunia politik dan kebijakan publik.
“Kita sedang siapkan kader untuk perubahan yang lebih luas. Salah satunya melalui media. Kita ingin tokoh-tokoh buruh bisa tampil dalam forum publik dan politik, bukan hanya di pabrik,” ujarnya.
Konsulat juga telah menjalin diskusi intensif dengan beberapa partai politik, termasuk membahas revisi undang-undang ketenagakerjaan yang dianggap belum berpihak pada pekerja.
Singkatnya: Dari Keikhlasan Menuju Perubahan Nyata
Musnik ke-5 kali ini terasa berbeda. Bukan hanya karena dekorasi atau hiburan dari Sanggar Tari Putra Purnayudha, melainkan karena atmosfer reflektif dan ajakan untuk kembali ke akar gerakan pekerja: solidaritas, perjuangan, dan keberanian bertindak.
“Kita tidak bisa diam-diam saja. Aktualisasikan pikiran jadi kegiatan. Jangan hanya bicara ide, tapi tidak ada yang jalan. Mari kita bekerja sama, jangan hanya minta, tapi beri kontribusi,” pungkas Ketua Konsulat.
Ajakan itu menggema, menyadarkan bahwa serikat pekerja bukan sekadar tempat mengadu nasib, tetapi ruang untuk membentuk masa depan bersama. Dimulai dari keikhlasan, lalu berpikir, dan akhirnya bergerak.
Musnik ke-5 ini juga menjadi panggung pembuktian bahwa gerakan buruh bukan hanya urusan upah dan jam kerja, tetapi juga bagaimana mereka membangun struktur sosial yang adil dan mandiri, bahkan ketika situasi ekonomi sedang tak berpihak.