Mobile Legends Masuk Kurikulum Pendidikan Surabaya : Edukatif atau Adiktif ?

Mobile Legends Masuk Kurikulum Pendidikan Surabaya : Edukatif atau Adiktif ?

Penulis :

Karisma Ardalita Septifarizah
(Peneliti Mahasiswa Pusat Kajian Konstitusi, Perundang-undangan, dan Demokrasi Fakultas Hukum UNESA)

Di tengah perkembangan dunia teknologi yang pesat, seringkali permainan online menjadi momok kekhawatiran orang tua kepada anak-anaknya. Doktrin tentang gim yang selalu memberikan efek negatif bagi penggunanya akan selalu tumbuh di tengah masyarakat Kota Surabaya. Lalu, bagaimana dengan kebijakan kewenangan Pemerintah Daerah Kota Surabaya mengenai Mobile Legends yang resmi masuk dalam kurikulum sekolah untuk jenjang SD, SMP, hingga SMA?

Penjaminan hak dan kewajiban setiap orang dalam bidang pendidikan diatur dengan jelas pada Pasal 31 UUD 1945. Artinya, Pemerintah harus menjamin akan adanya pendidikan yang bermutu dan berkualitas. Untuk bisa menjangkau ke seluruh daerah, tentu Pemerintah Pusat memiliki kewenangan istimewa. Apabila melihat dengan kacamata hukum melalui pendekatan Hukum Pemerintahan, Pemerintah memiliki kewenangan dalam menetapkan

suatu kebijakan di daerahnya melalui prinsip otonomi daerah yang tentu saja kewenangan pemerintah ini diatur dengan jelas pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan asas otonomi, desentralisasi Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah inilah yang membuat Pemerintah Daerah Kota Surabaya bisa membuat terobosan inovatif terkait kurikulum Mobile Legends. Tentu saja, pelaksanaan menetapkan suatu kebijakan harus sesuai dengan peraturan yang sudah diakomodasi dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 11 Tahun 2008 dan Peraturan Walikota Surabaya No. 9 Tahun 2023. Pada peraturan tersebut, termaktub jelas Pemerintah Daerah memiliki kewenangan urusan wajib pada bidang pendidikan.

Dalam rangka pengembangan potensi pendidikan untuk meningkatkan daya saing satuan pendidikan pada tingkat daerah hingga global, Pemerintah Daerah Kota Surabaya bisa menempatkan Kurikulum Mobile Legends dengan harapan kebijakan ini bisa membantu untuk menunjang karir secara profesional dan bisa mengikuti kompetisi pada tingkat daerah hingga global. Tentunya, upaya kebijakan inovatif ini mendapat dukungan penuh dari Wakil Gubernur Jawa Timur, Pemerintah Daerah Kota Surabaya dengan Perangkat Daerah Dinas Pendidikan Surabaya.

Melihat latar belakang yang ada, penambahan Kurikulum Mobile Legends sendiri sebagai upaya inovatif pengembangan pelajar sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan, dan kemampuan. Tak hanya melalui pendekatan pelajar, Pemerintah Daerah juga memiliki kewenangan dalam membina dan mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam kewenangan tersebut diimplementasikan melalui program MLBB Teacher Ambassador sebagai upaya pelatihan guru untuk menciptakan suasana pembelajaran gim pelajar yang berkompetisi secara sehat, edukatif, dan konstruktif. Mobile Legends dimasukkan sebagai bagian dari pembelajaran berbasis gim edukatif, strategi, atau pengembangan soft skills (misalnya kerja tim, komunikasi, dan literasi digital), maka hal ini dapat dikategorikan sebagai muatan lokal inovatif.

Apabila suatu kebijakan terlebih bidang pendidikan menimbulkan dampak negatif bagi pelajar, tentunya akan menimbulkan konsekuensi hukum yang nyata terjadi nantinya. Pelanggaran yang paling dasar terkait hak konstitusional jelas pada Pasal 31 UUD 1945. Selain itu, kebijakan yang tidak melalui kajian akademik yang memadai dan berdampak

buruk, maka pemerintah dapat dikenai tanggung jawab administratif dan moral, bahkan berpotensi menghadapi gugatan hukum dari masyarakat atau lembaga pendidikan. Kebijakan yang tidak efektif dapat menimbulkan penyelewengan sistemik, seperti penurunan motivasi belajar, penyalahgunaan penerapan gim online saat pembelajaran, hingga perpindahan pelajar.

Negara melalui Pemerintah memiliki kewajiban hukum dan moral untuk menjamin pendidikan yang sehat dan berkualitas. Jika kebijakan pendidikan menimbulkan dampak negatif, maka konsekuensinya bisa berupa pelanggaran hak konstitusional, gugatan hukum, dan kerusakan sistem pendidikan. Oleh karena itu, partisipasi publik dan kajian akademik harus menjadi dasar setiap kebijakan pendidikan.