Mencari Formula Upah yang Adil, FSPMI Purwakarta Temui Bupati

Mencari Formula Upah yang Adil, FSPMI Purwakarta Temui Bupati

Purwakarta, KPonline – Sore itu, Kamis (11/9), suasana di Kantor Bupati Purwakarta terasa berbeda. Sekitar pukul 16.00 WIB, rombongan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupaten Purwakarta memasuki ruang pertemuan Kantor Bupati Purwakarta. Mereka datang bukan sekadar untuk bersilaturahmi, melainkan membawa agenda tahunan yang krusial, yaitu membahas nasib upah minimum kabupaten (UMK) tahun depan.

Dipimpin langsung oleh Fuad BM, Ketua Konsulat Cabang FSPMI Purwakarta, rombongan terdiri dari jajaran pengurus Konsulat Cabang (KC) dan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Anggota (PC SPA). Kedatangan mereka disambut baik oleh Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein atau akrab disapa Om Zein yang baru saja pulih dari kondisi kesehatan.

“Pertemuan ini bukan sekadar rutinitas, tetapi ikhtiar bersama untuk memastikan buruh di Purwakarta bisa tetap bertahan hidup dengan layak, sekaligus menjaga iklim usaha agar tetap sehat,” ujar Fuad membuka dialog.

Fuad menjelaskan, perjuangan buruh dalam memperjuangkan kenaikan UMK tidak pernah mudah. Sejak diberlakukannya PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan kemudian diperkuat dengan PP 35 Tahun 2021 sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja, ruang gerak serikat pekerja semakin terbatas.

“Kalau dulu kita bisa bernegosiasi lebih luas, sekarang semuanya dibatasi formula. Seolah-olah suara buruh tidak lagi menentukan, padahal keringat kamilah yang menjaga mesin industri tetap berjalan,” ungkapnya.

Namun, tahun ini tantangan menjadi lebih berat. Menurut Fuad, selain faktor regulasi, ada empat masalah utama yang membuat perjuangan semakin pelik, yaitu:

1. Ketidakpastian politik menjelang tahun politik yang mempengaruhi arah kebijakan.

2. Daya beli masyarakat yang terus melemah akibat inflasi dan stagnasi pendapatan.

3. Rasio gini yang tinggi, menandakan ketimpangan kesejahteraan makin menganga.

4. Iklim usaha global yang mendorong gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor.

“Situasi hari ini menjadi tambah sulit di tengah ketidakpastian suasana politik, lemahnya daya beli, gini rasio yang sangat tinggi, dan iklim usaha global yang membuat dampak PHK dimana-mana,” tegas Fuad.

Dalam kesempatan tersebut, Fuad juga menyampaikan apresiasinya atas kesediaan Om Zein menerima para pimpinan FSPMI di tengah kesibukan. Ia menekankan bahwa pertemuan ini bukan hanya untuk menyampaikan tuntutan, tetapi juga membangun jembatan komunikasi dengan pemerintah daerah.

“Kita tidak datang dengan membawa satu kepentingan saja. Kita ingin memastikan bahwa pemerintah juga mendengar perspektif buruh, bukan hanya pengusaha. Upah yang berkeadilan bukanlah ancaman bagi investasi, justru menjadi jaminan stabilitas sosial,” ujarnya.

Fuad menambahkan, FSPMI Purwakarta telah melakukan kajian mendalam terkait kebutuhan riil buruh, memperhitungkan biaya hidup, serta tren harga kebutuhan pokok.

“Upah yang berkeadilan mampu mempertahankan bahkan meningkatkan daya beli buruh. Jika daya beli terjaga, ekonomi daerah pun ikut bergerak. Jadi jangan melihat buruh hanya sebagai beban, tapi sebagai motor penggerak konsumsi,” paparnya.

Melalui Bupati, FSPMI menitipkan pesan kepada Gubernur Jawa Barat agar tetap menjadikan UMK sebagai jaring pengaman pekerja. Disparitas upah antara daerah industri besar seperti Bekasi, Karawang, dan Purwakarta, menurut FSPMI, harus mendapat perhatian serius.

“Kami minta Gubernur tidak hanya mendengar satu sisi. Keputusan UMK harus menjadi solusi bertahap atas ketidakadilan pengupahan yang terjadi di sektor industri. Ada sektor-sektor unggulan yang masih mampu membayar lebih, dan itu harus diakomodasi,” jelas Fuad.

Isu upah hanyalah satu dari sekian agenda. Pertemuan juga membahas bagaimana serikat pekerja dan pemerintah daerah bisa berkolaborasi menarik investor tanpa mengorbankan hak buruh.

FSPMI menawarkan gagasan untuk mendorong program pelatihan keterampilan. Menurut Fuad, langkah ini akan membantu menekan angka pengangguran sekaligus menciptakan iklim kerja yang sehat.

“Kita ingin investor masuk dengan nyaman, tapi juga memastikan tenaga kerja lokal tidak hanya jadi penonton. Untuk itu, program pelatihan berbasis kebutuhan industri harus digalakkan,” ujarnya.

Om Zein menyambut baik gagasan tersebut. Ia menegaskan bahwa kolaborasi dengan serikat pekerja sangat penting demi menciptakan Purwakarta yang istimewa.

“Masukan dari FSPMI ini sangat positif. Konsep seperti pelatihan tenaga kerja dan upah yang adil perlu dibahas lebih lanjut. Saya akan menyampaikan hal ini kepada Gubernur Jawa Barat,” ujar Om Zein seperti dikutip Fuad.

Untuk memberi gambaran, berikut tren kenaikan UMK Kabupaten Purwakarta dalam Enam tahun terakhir (data simulasi berdasarkan informasi publik):

•2020: Rp4.039.067

•2021: Rp4.173.568

•2022: Rp4.173.569 (stagnan karena pandemi dan regulasi PP 36/2021)

•2023: Rp4.464.675 (kenaikan berdasarkan Permenaker 18/2022)

•2024: Rp4.499.768

•2025: Rp4.792.252,92

Meski terlihat ada kenaikan, FSPMI menilai angka tersebut tidak sebanding dengan lonjakan harga kebutuhan pokok, biaya transportasi, serta kebutuhan pendidikan anak.

“Buruh Purwakarta hidup di daerah industri yang biaya hidupnya tidak kalah dengan Jakarta. Kalau upah tidak naik signifikan, daya beli semakin tergerus, bahkan untuk kebutuhan dasar pun sulit,” ujar salah satu pengurus PC SPAI FSPMI yang hadir.

Pertemuan sore itu menjadi simbol bahwa dialog adalah jalan tengah di tengah derasnya arus kepentingan. Serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah harus menemukan titik temu agar semua pihak merasa dilindungi.

Fuad menutup pertemuan dengan pesan tegas. “Kalau upah hanya ditentukan oleh hitungan rumus tanpa melihat kenyataan hidup buruh, itu artinya kita menutup mata terhadap fakta sosial. Kami berharap Purwakarta bisa menjadi contoh bagaimana dialog bisa melahirkan kebijakan upah yang adil”.

Om Zein pun merespons dengan komitmen. “Kita semua ingin Purwakarta maju, tetapi tidak boleh ada yang tertinggal. Buruh, pengusaha, dan pemerintah harus berjalan bersama”

Pertemuan antara FSPMI Purwakarta dan Bupati Saepul Bahri Binzein bukanlah sekadar agenda tahunan, melainkan bagian dari perjuangan panjang buruh mencari keadilan dalam pengupahan.

Di tengah ketidakpastian global, melemahnya daya beli, dan ancaman PHK, pertemuan ini membuktikan bahwa dialog tetap menjadi senjata utama. Buruh membutuhkan upah yang berkeadilan, sementara pemerintah dan pengusaha memerlukan stabilitas sosial agar roda ekonomi tetap berputar.

Maka, pencarian formula upah yang adil bukan hanya tentang angka di atas kertas, melainkan tentang masa depan ribuan keluarga buruh di Purwakarta.