Medan,KPonline, – Ambisi banyak orang di negeri Konoha ingin menjadi anggota DPR tidak lagi menjadi rahasia umum, sehingga tidak mengherankan agar bisa terpilih dan duduk diparlemen segala carapun dilakukan, mulai dari membohongi dan membodohi rakyat, hingga membayar suara dengan sejumlah uang.Padahal menjadi anggota DPR tidak hanya untuk menguji moral, tetapi juga mengupas tuntas nurani.
Saat melakukan kampanye untuk merebut empati dan simpati dari rakyat kelihatannya sangat suci ,bicara lantang soal rakyat, soal keadilan, bicara berapi-api untuk membela kaum tertindas, namun begitu melangkah ke gedung parlemen, semua kata berubah jadi hiasan pidato, dan perjuangan berubah jadi transaksi. Mereka yang dulu disebut “malaikat reformasi” kini berubah menjadi “iblis kebijakan”.
Di atas kertas gedung mewah itu memang rumahnya rakyat, tetapi di dalamnya berputar kuat arus kepentingan, dari mulai kepentingan partai politik, oligarki, proyek, hingga kuota jatah kursi.
“Siapa yang tidak kuat, pasti hanyut, siapa yang ingin bertahan harus ikut arus, dan siapa yang mencoba melawan, akan dilenyapkan oleh sistem”
Banyak yang masuk dengan idealisme, namun keluar dengan rekening tebal serta reputasi yang bengkok, idealismenya hilang tanpa jejak.
Dahulu mereka bicara soal kemiskinan, kini sibuk soal anggaran perjalanan dinas.
Dahulu mereka menolak korupsi, kini pandai berkelit dengan istilah “penyesuaian administrasi”.
Dahulu mereka turun ke jalan bersama rakyat, kini rakyat tak bisa masuk ke gedung mereka tanpa izin.
Maka jadilah DPR itu semacam kawah candradimuka, tempat menguji seberapa kuat iman seseorang menghadapi godaan kekuasaan. Sayangnya, terlalu banyak yang gagal.
Yang lebih menyakitkan hati rakyat adalah tentang kinerjanya yang tidak jelas tapi dibayar dengan gaji dan tunjangan yang sangat fantastis, bahkan meminta pensiunan seumur hidup.
Seandainya di negeri Konoha malaikat bisa menjadi anggota DPR, maka dipastikan malaikat itupun jatuh, bukan karena sayapnya patah tetapi karena tergoda kursi empuk dan amplop tebal, malaikatpun akhirnya berubah menjadi iblis.
Tidak dipungkiri beberapa anggota DPR, masih ada yang berjuang, teapi langkah mereka dibatasi, suaranya dibungkam oleh mayoritas yang lebih sibuk memperjuangkan kepentingan partai politiknya daripada jeritan suara rakyat.Mereka seperti lilin kecil di tengah ruangan gelap, sering kali padam sebelum sempat menerangi.
Rakyat pun mulai jenuh,
setiap lima tahun, mereka diberi harapan, dijanjikan perubahan, tapi yang datang justru pengulangan ” janji palsu, sidang kosong, absen massal, dan drama pencitraan”
Dan akhirnya rakyat pun bertanya:
Apakah gedung DPR itu tempat malaikat diuji, atau pabrik pencetak iblis baru?
Jawabannyapun sederhana”
Kekuasaan tanpa moral akan mengubah siapapun, bahkan malaikatpun akan berubah menjadi iblis”
Dan selama sistem ini tetap memberi ruang bagi korupsi, transaksionalisme, dan budaya feodal politik, maka siapa pun yang masuk, cepat atau lambat, akan ikut terkontaminasi dan berubah menjadi iblis. (Anto Bangun)