MA Harus Tolak KASASI Yamaha, Buruh FSPMI Purwakarta Bergerak ke Jakarta Tuntut Keadilan

MA Harus Tolak KASASI Yamaha,  Buruh FSPMI Purwakarta Bergerak ke Jakarta Tuntut Keadilan

Purwakarta, KPonline-Gelombang perlawanan buruh kembali membesar. Ribuan anggota Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dari seluruh Jabodetabek bersiap memadati Gedung Mahkamah Agung (MA) di Jakarta. Suara mereka hanya satu: MA harus menolak kasasi yang diajukan PT Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA) terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap dua pekerjanya.
Dan hari ini, buruh FSPMI Purwakarta ikut bersolidaritas. Mereka bertolak ke Jakarta, bergabung bersama ribuan buruh FSPMI dari berbagai daerah tersebut.

Aksi besar-besaran ini bukan tanpa alasan. PHK terhadap dua pekerja PT YMMA Slamet Bambang Waluyo dan Wiwin Zaini Miftah telah secara tegas dinyatakan batal demi hukum oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung.
Putusan perkara Nomor 103/Pdt.Sus-PHI/2025/PN Bdg, yang dibacakan Rabu 3 September 2025, merupakan pukulan telak bagi perusahaan.

Tindakan PHK tersebut dinilai bertentangan dengan hukum, dan majelis hakim yang dipimpin A. A. Gede Susila Putra, S.H., M.Hum. dengan anggota Sugeng Prayitno, S.H., M.H. serta Dr. Suratno, S.Sos., S.H., M.H. mengabulkan seluruh tuntutan pekerja.

Dalam putusan tersebut, hakim menyatakan:

•PHK terhadap kedua pekerja tidak sah dan batal demi hukum.

•Hubungan kerja tidak pernah terputus.

•PT YMMA wajib mempekerjakan kembali kedua buruh dalam posisi semula paling lambat 14 hari setelah putusan inkracht.

•Perusahaan wajib membayar upah yang belum dibayar dari Maret–September 2025 sebesar Rp170.545.508.

•Jika lalai, perusahaan dikenakan dwangsom Rp1.160.172 per hari.

•PT YMMA dibebankan biaya perkara sebesar Rp11.000.

Putusan ini jelas dan terang-benderang: PHK tersebut tidak memiliki dasar hukum. Namun, bukannya patuh, perusahaan justru menempuh kasasi dan mencoba menghapus kemenangan hak-hak pekerja lewat jalur hukum.

FSPMI menilai langkah kasasi YMMA sebagai bentuk pembangkangan terhadap hukum dan bentuk arogansi perusahaan yang ingin menghindari kewajibannya terhadap pekerja yang telah dizalimi.

Karena itu, ribuan buruh dari berbagai kota siap bersuara langsung di depan MA. Mereka datang bukan untuk menekan, tetapi untuk mengingatkan: putusan PHI adalah amanat hukum yang harus ditegakkan, bukan dinegosiasikan.

#FSPMI Purwakarta Bergabung: Solidaritas Tanpa Batas

Hari ini, Selasa (18/11/2025) rombongan FSPMI Purwakarta bergerak menuju Jakarta. Mereka membawa harapan agar MA tetap menjadi benteng keadilan, bukan sekadar formalitas hukum yang dapat ditekan oleh kekuatan modal.

“Membela teman yang dizalimi adalah kewajiban moral,” tegas Wahyu Hidayat, Ketua Pimpinan Cabang (PC) Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen (SPAMK) FSPMI Purwakarta sebelum keberangkatan.

MA tidak boleh ragu. Tidak boleh gamang. Putusan PHI sudah jelas, argumen hukum sudah kuat, bukti ketidakadilan sudah tampak. Kini, tinggal keberanian MA untuk memastikan keadilan benar-benar tegak.

Bagi buruh, perjuangan belum selesai.
Sampai PHI benar-benar inkracht dan YMMA mempekerjakan kembali kedua buruhnya, mereka akan terus bergerak, bersuara, dan berdiri bersama.