Surabaya, KPonline – Tiga personel band Methosa yakni Mansen Munthe, Raden Agung Hermawan Fitrianto, dan Kelana Halim, melakukan kunjungan penuh makna ke Tugu Pahlawan Surabaya, Sabtu (5/7/2025). Mereka didampingi oleh Ahmad Zaki Yamani, seorang pemerhati sejarah sekaligus Historical Storyteller dari Komunitas Begandring Surabaya.
Kunjungan ini menjadi agenda pembuka sebelum pertemuan Methosa dengan para seniman Surabaya. Inisiatif ini datang dari Kabiro Media Perdjoeangan Jatim yang akrab dipanggil Cak Anam, perwakilan Methozen Jawa Timur, yang berharap kunjungan ini dapat memberi pemahaman baru kepada Methosa tentang nilai-nilai perjuangan dan sejarah kemerdekaan, khususnya di Kota Pahlawan.
Dalam tur sejarah yang dipandu langsung oleh Ahmad Zaki Yamani, para personel Methosa diajak menyusuri setiap sudut Tugu Pahlawan. Mereka mendalami arti simbolik dari relief-relief, patung-patung pahlawan yang menggambarkan tokoh perjuangan, serta bentuk arsitektur Tugu yang ikonik. Ahmad Zaki menjelaskan bahwa Tugu Pahlawan sejatinya berbentuk seperti paku terbalik, sebuah simbol mendalam tentang kemerdekaan.
“Siapa pun yang menginjak paku akan merasa sakit, dan saat tertanam di tubuh, rasa sakitnya akan terus diingat,” jelasnya.
Di dalam museum Tugu Pahlawan, Methosa menyaksikan langsung diorama perjuangan, panji-panji perlawanan, perlengkapan pengobatan, senjata, rekaman siaran radio yang disuarakan oleh Bung Tomo.
“Tour di tugu pahlawan memperluas cakrawala pikiran kami betapa Surabaya adalah kota para pejuang yang menunjukkan kepada Indonesia arti paling dalam dari perlawanan. Literasi kita tentang negeri ini memang harus ditingkatkan karena pengetahuan tak akan datang dari mimpi tapi datang melalui pencarian,” ujar Mansen Munthe.
Mansen juga mengungkapkan kekagumannya pada Bung Karno, yang menurutnya memiliki kecerdasan luar biasa dalam merancang bentuk arsitektur Tugu Pahlawan yang tak hanya megah, tetapi juga penuh filosofi mendalam dan tak lekang oleh waktu.
Sementara itu, Raden Agung berkesempatan mendapatkan rekaman siaran radio legendaris Bung Tomo dari Ahmad Zaki Yamani. “Suaranya begitu membakar semangat. Mendengarkannya membuat saya seperti kembali ke masa pertempuran 10 November,” ungkap Raden.
Pada kesempatan ini Methosa jadi mengetahui detil matinya Jenderal Mallaby yang merupakan pimpinan pasukan Inggris sehingga memicu perlawanan 10 November.
Methosa juga melakukan doa bersama di makam ribuan Pahlawan yang berada di area Tugu Pahlawan.
Kunjungan ini tak hanya menjadi momen refleksi sejarah, tetapi juga menguatkan komitmen Methosa dalam menyuarakan pesan-pesan sosial dan perjuangan melalui karya musik mereka. Sebuah pengingat bahwa kemerdekaan tak hanya diwarisi, tapi harus terus diperjuangkan, dengan cara dan suara zaman ini. (Penulis & foto : Jarwo)