Bekasi, KPonline – Menyoroti perkembangan kasus Prodi Anesthesi PPDS UNDIP di RS Kariadi, di ruang kerjanya, dr. Roy Sihotang, MARS, selaku Ketua Umum Kesatuan Serikat Pekerja Tenaga Medis dan Kesehatan Indonesia (KSPTMKI) menyayangkan kebijakan Manajemen RS Kariadi yang membuka pelayanan Kamar Operasi 24 jam, tanpa memperhitungkan jumlah tenaga dokter Spesialis dan Residen.
“Membuka pelayanan kamar operasi tanpa memperhitungjan jumlah Residen, menunjukan manajemen RS Kariadi tidak profesional dalam bekerja. Kami membaca di media online, jumlah pembiusan di kamar operasi antara 120-140 per hari dan di luar kamar operasi 20-40 pembiusan per hari, yang membuat residen hanya bisa beristirahat 1-2 jam per hari, sungguh tidak manusiawi,” ujar dr. Roy pada Rabu, 8 Januari 2025.
“Apalagi kami dengar, para dokter Residen Prodi Anesthesi di RS Kariadi tidak menerima upah dari Rumah Sakit. Ini bentuk pemerasan tenaga residen yang mirip dengan Romusha, pekerja paksa zaman penjajahan Jepang,” lanjut Roy.
KSPTMKI mendesak Menteri Kesehatan untuk melakukan evaluasi terhadap manajemen RS Kariadi yang diduga telah memberlakukan kerja paksa era penjajahan Jepang terhadap Residen Anesthesi.
“Kami sejak awal konsisten mendorong perbaikan menyeluruh terhadap ekosistem ketenagakerjaan dokter Residen di RS vertikal Kemenkes. Pemberlakuan upah dan jam kerja yang manusiawi harus segera direalisasikan oleh Kementerian Kesehatan, dalam hal ini RS vertikal Kemenkes,” ungkap dr. Roy Sihotang, MARS. (Supriadi Erte)