KSPI Tegaskan Bahaya Asbes: K3 Bukan Isu Pinggiran, Ini Soal Masa Depan Pekerja

KSPI Tegaskan Bahaya Asbes: K3 Bukan Isu Pinggiran, Ini Soal Masa Depan Pekerja
Dalam konferensi pers KSPI, Kahar S. Cahyono bersama sejumlah narasumber, diantaranya Ridwan Panjaitan (ahli K3 dari FSPMI), Sofian Abdul Latif (Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi), dan Selamet Rizki (Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi).

Jakarta, KPonline-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan komitmennya untuk menggaungkan bahaya asbes dalam memperkuat isu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) melalui konferensi pers yang digelar usai seminar nasional KSPI pada Jumat (12/12). Forum ini sekaligus menjadi momentum peluncuran agenda KSPI agar risiko asbes diketahui seluas-luasnya oleh masyarakat dan rakyat pekerja.

KSPI menilai, ditengah perjuangan soal upah, ancaman PHK, dan perlawanan terhadap regulasi ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada buruh, isu K3 tidak boleh dilupakan. “K3 bukan hanya soal keselamatan hari ini, tapi juga tentang masa depan kelas pekerja,” tegas KSPI. Maraknya kecelakaan kerja, kebakaran gedung, hingga korban jiwa menjadi peringatan keras bahwa perlindungan pekerja masih lemah.

Dalam konferensi pers tersebut hadir sejumlah narasumber, diantaranya Ridwan Panjaitan (ahli K3 dari FSPMI), Sofian Abdul Latif (Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi), dan Selamet Rizki (Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi).

Perwakilan sektor farmasi dan kesehatan menegaskan bahwa asbes adalah ancaman serius. Meski telah dilarang di banyak negara, Indonesia masih membiarkan penggunaannya bahkan semakin masif, terutama di sektor industri. Paparan asbes dinilai berisiko tinggi memicu penyakit akibat kerja yang mematikan. Karena itu, KSPI didorong untuk terus mengampanyekan bahaya asbes dan mendesak pemerintah menuju pelarangan total.

Sementara itu, Sofian Abdul Latif menekankan pentingnya data. Menurutnya, negara harus membuka informasi jumlah perusahaan yang menggunakan asbes, jumlah pekerja yang terpapar, serta data penyakit akibat kerja. Tanpa data yang kuat, kampanye dan regulasi akan lemah sasaran. Ia juga mendorong agar penyakit akibat paparan asbes dijamin dalam sistem jaminan kesehatan.

Ridwan Panjaitan menegaskan, secara ilmiah asbes adalah debu paling berbahaya karena bersifat karsinogenik. Satu partikel saja sudah berisiko, apalagi ribuan. Ia menekankan bahwa pengendalian asbes harus dimulai dari penghindaran, rekayasa teknis, pengaturan administratif yang tegas, hingga alat pelindung diri sebagai langkah terakhir.

KSPI menutup konferensi pers dengan seruan tegas, bahwa isu K3 dan bahaya asbes harus kembali menjadi agenda utama gerakan buruh. Edukasi, regulasi kuat, dan keberpihakan negara dinilai mutlak agar pekerja tidak terus menjadi korban bahaya yang selama ini tak terlihat namun mematikan.