Kutai Timur, KPonline – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama serikat pekerja afiliasinya di Kalimantan Timur, terus memperluas pengorganisasian ke kelompok pekerja informal di sekitar kawasan industri dan pertambangan.
Selama dua tahun terakhir, KSPI telah beberapa kali melibatkan pekerja informal dalam berbagai workshop dan diskusi mengenai transisi energi di industri batubara. Langkah ini menjadi bagian penting dari komitmen KSPI untuk memastikan bahwa transisi energi tidak meninggalkan siapa pun, terutama mereka yang bekerja tanpa kepastian status dan perlindungan kerja.
Ketua FSP KEP-KSPI Kutai Timur, Perdhana Putra, menegaskan bahwa pekerja informal berada di posisi yang paling rentan menghadapi perubahan di sektor energi.
“Bagaimanapun, pekerja informal berada dalam posisi yang rentan dan rawan terdampak transisi. Karena itu, mereka tidak boleh ditinggalkan. Ini juga bagian dari solidaritas pekerja formal terhadap pekerja informal,” ujar Perdhana.
Menurutnya, banyak pekerja informal belum mengetahui hak-hak mereka dan belum tersentuh oleh sosialisasi maupun pendampingan hukum yang memadai. Akibatnya, ketika terjadi perubahan kebijakan atau pengurangan aktivitas industri batubara, mereka sering kehilangan penghasilan tanpa perlindungan apa pun.
Di sisi lain, pelatihan berbasis kompetensi dan kemasyarakatan yang dilakukan pemerintah sebenarnya bisa menjadi sarana penting untuk memperkuat kapasitas pekerja informal agar mampu beradaptasi dengan perubahan ekonomi. Sayangnya, program tersebut belum menjangkau wilayah-wilayah kerja informal di sekitar industri tambang dan energi.
“Yang masih kurang adalah peningkatan kesadaran dan pendampingan hukum bagi mereka. Banyak pekerja informal tidak tahu harus mengadu ke mana saat haknya dilanggar. Di sinilah peran serikat pekerja menjadi penting, untuk membangun jembatan solidaritas antara yang formal dan yang informal,” tegas Perdhana Putra.
KSPI dan afiliasinya di Kalimantan Timur berkomitmen melanjutkan inisiatif ini sebagai bagian dari gerakan buruh yang inklusif dan berkeadilan sosial. Transisi energi, kata Perdhana, tidak bisa hanya berbicara tentang teknologi dan investasi, tetapi juga harus menjamin keadilan bagi seluruh pekerja.
“Solidaritas adalah napas gerakan buruh. Transisi energi hanya akan benar-benar adil jika pekerja formal dan informal sama-sama dilibatkan dan dilindungi,” pungkasnya.
Saat ini, FSPKEP sedang melakukan sosialisasi agar kepada para pekerja informal di sekitar di industri tambang agar berserikat. “Sudah ada beberapa kali pertemuan dengan pekerja informal, terutama di transpostasi online. Mereka menyatakan ketertarikannya untuk membentuk serikat,” ujar Perdhana.