KSPI Dorong Pekerja Informal di Kalimantan Timur Berserikat Hadapi Transisi Energi

KSPI Dorong Pekerja Informal di Kalimantan Timur Berserikat Hadapi Transisi Energi

Kutai Timur, KPonline — Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terus memperluas jangkauan perjuangannya dengan mengorganisir pekerja informal di berbagai daerah, termasuk di Kalimantan Timur. Langkah ini sejalan dengan semangat transisi energi yang adil dan inklusif, agar tidak ada kelompok pekerja yang tertinggal dalam proses perubahan industri.

Komitmen tersebut diwujudkan melalui workshop bertajuk “Memperkuat Kapasitas Pekerja Informal di Kalimantan Timur dalam Menghadapi Transisi Energi” yang diselenggarakan di Hotel Kubis Borneo Sangatta, Kutai Timur, pada Sabtu (20/9). Kegiatan ini menghadirkan Wakil Presiden KSPI, Kahar S. Cahyono, dan Ketua Bidang Pendidikan DPP FSP KEP-KSPI, Bambang Surjono, yang keduanya juga merupakan anggota Tim Transisi Berkeadilan KSPI, sebagai narasumber utama.

Dalam pemaparannya, Kahar S. Cahyono menegaskan pentingnya memperkuat posisi pekerja informal melalui kesadaran kolektif dan pengorganisasian. “Transisi energi tidak boleh hanya berpihak kepada perusahaan besar. Pekerja informal seperti petani, nelayan, tukang batu, kurir, hingga pedagang kecil juga bagian dari ekosistem industri dan berhak mendapatkan perlindungan. Karena itu, mereka perlu berserikat,” ujarnya.

Kahar menjelaskan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh memberikan landasan hukum yang jelas bagi pekerja informal untuk membentuk serikat, karena undang-undang tersebut tidak membatasi pendirian serikat hanya di dalam perusahaan. Dengan demikian, para pekerja informal dapat berorganisasi berdasarkan kesamaan profesi, wilayah, atau jenis pekerjaan.

“Serikat pekerja tidak harus lahir di dalam pabrik. Di luar perusahaan pun bisa, asalkan ada kesamaan kepentingan dan semangat solidaritas,” tegasnya.

Bambang Surjono, dalam kesempatan yang sama, menambahkan bahwa pengorganisasian pekerja informal adalah langkah strategis untuk memperkuat perlindungan sosial dan posisi tawar mereka di tengah perubahan ekonomi dan kebijakan energi. “Pekerja informal selama ini paling rentan. Mereka harus memiliki wadah untuk bersuara, menyampaikan aspirasi, dan memperjuangkan hak-haknya,” ujarnya.

Workshop tersebut diikuti oleh 40 peserta, terdiri atas pekerja formal dan informal di sekitar wilayah pertambangan batubara Kutai Timur. Dari jumlah tersebut, 24 peserta adalah pekerja informal. Mulai dari petani, nelayan, kurir mitra, tukang jahit, tukang batu, pengantar galon, hingga konten kreator lokal. Hadir pula perwakilan dari tiga federasi serikat pekerja afiliasi KSPI, FSPKEP, FSPMI, dan SPN.

Sementara itu, Ketua FSP KEP-KSPI Kabupaten Kutai Timur, Perdhana Putra, menyampaikan bahwa kegiatan ini penting untuk membangun kesadaran dan solidaritas antara pekerja formal dan informal. “Banyak dari mereka yang hidup berdampingan dengan industri tambang, tetapi tidak memiliki akses terhadap jaminan sosial, pelatihan kerja, atau perlindungan hukum. KSPI ingin menjembatani kesenjangan itu,” jelasnya.

Perdhana juga menilai bahwa program pemerintah seperti BPJS untuk tenaga kerja rentan dan pelatihan berbasis kompetensi perlu diperluas jangkauannya agar benar-benar dirasakan oleh kelompok pekerja informal di daerah-daerah industri. Selain itu, perlu upaya memperkuat literasi hukum dan pendampingan bagi mereka agar tidak terus berada di posisi lemah.

Melalui kegiatan ini, KSPI dan FSP KEP Kutai Timur menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan keadilan sosial dalam transisi energi. Pekerja informal harus diberi ruang untuk berserikat dan berpartisipasi aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka.