Jakarta, KPonline-Koalisi Serikat Pekerja (KSP) kembali mengkritik keras pemerintah. Kali ini, sorotan mereka tertuju pada Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan. Mereka menuding Luhut melakukan cawe-cawe dalam penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2026 dan bagi buruh, campur tangan itu bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga mengancam masa depan kesejahteraan jutaan rakyat pekerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal bahkan menyebut pemerintah lebih mendengarkan suara pengusaha dan DEN ketimbang suara buruh yang setiap hari menjadi urat nadi ekonomi nasional.
“Kemnaker malah mendengarkan ketua Dewan Ekonomi Nasional (Luhut). DEN tidak boleh ikut cawe-cawe di dalam penetapan UMP,” tegas Said Iqbal.
Menurut Said, Undang-undang Ketenagakerjaan dengan jelas mengatur bahwa penetapan UMP hanya diputuskan melalui musyawarah tiga pihak: pemerintah, Apindo, dan serikat buruh. Titik. Tidak ada DEN di dalamnya.
Said pun meledakan kekecewaannya dan kemarahan yang mewakili suara buruh di lapangan.
“Jangan banyak omong. DEN enggak ngerti masalah. Sok intelektual! Seperti menguasai masalah, tapi penuh dengan kebohongan, ngawur, dan ngaco. Ini yang membuat buruh marah!” lontarnya keras, tanpa tedeng aling-aling.
Seperti diketahui, Buruh meminta kenaikan UMP 2026 berada di angka 6,5% hingga 10,5%, berdasarkan perhitungan makroekonomi seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Namun, kabar yang beredar menunjukkan pemerintah cenderung menetapkan kenaikan sekitar 3,5%. Angka yang oleh buruh dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap kesejahteraan pekerja.
Said membeberkan tiga opsi kenaikan UMP versi buruh:
• 6,5% – angka kompromi paling rendah, sejalan dengan “keputusan Presiden Prabowo tahun lalu”.
• 7,7% – penyesuaian realistis berdasarkan proyeksi ekonomi.
• 8,5% hingga 10,5% – angka kompromi tertinggi, dan menurut buruh paling layak untuk menutup jurang daya beli yang terus tergerus.
“Inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun ini mirip dengan tahun lalu. Indeksnya jelas berada di rentang 1,0 sampai 1,4. Kenapa UMP buruh malah ditekan jadi 3,5%?” ujar Said.
Di sisi lain, Luhut menegaskan bahwa kebijakan upah tidak boleh tersandera oleh tuntutan organisasi buruh.
Dalam sebuah forum ekonomi di Jakarta Selatan, Luhut menyampaikan pernyataan yang memicu kemarahan banyak serikat pekerja.
“Saya bilang ke Presiden: ‘Pak, kenapa kita harus diatur sama organisasi buruh? Kita kan mikir kan buruh.’
Kalau mereka cuma mikirin dirinya, tidak mikir investor, ya susah.”
Luhut menyebut pemerintah harus menjaga ekuilibrium antara kesejahteraan buruh dan kepentingan investor. Pernyataan itu bagi buruh terdengar seperti: investor dulu, buruh belakangan.
Said Iqbal langsung membantah konsep keseimbangan ala Luhut tersebut. “Ekuilibrium apanya? Yang tiap hari tercekik harga pangan dan transportasi itu buruh, bukan investor,” ujarnya.
Serikat buruh melihat potensi UMP 2026 sebagai cerminan masa depan hubungan industrial di era Prabowo-Gibran. Bila pemerintah lebih mendengar suara pengusaha dan DEN ketimbang buruh, maka arah kebijakan upah dianggap telah dibajak oleh kekuatan modal.
KSP menilai campur tangan DEN yang seharusnya fokus pada arah ekonomi nasional, bukan penetapan UMP. Dan itu merupakan bentuk distorsi kebijakan yang akan mengorbankan jutaan keluarga pekerja.
Perselisihan ini belum mendekati akhir.
Satu kubu menegaskan bahwa buruh harus didengar, karena merekalah penopang ekonomi.
Kubu lain berkata kebijakan tak boleh tergantung pada tuntutan buruh semata.
Namun satu hal yang pasti dan seperti yang sudah terjadi. Buruh tak akan diam dalam hal upah. Bahkan bila itu harus dibayar dengan keringat, waktu, dan aksi massa besar-besaran.