Koalisi Serikat Pekerja bersama Partai Buruh Kritik Keras Program Magang Nasional

Koalisi Serikat Pekerja bersama Partai Buruh Kritik Keras Program Magang Nasional

Jakarta, KPonline-Koalisi Serikat Pekerja bersama Partai Buruh (KSP-PB) melayangkan kritik tajam terhadap program Magang Nasional 2025 yang digagas oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai kebijakan tersebut merupakan bentuk pelecehan terhadap para sarjana dan diploma yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi dengan susah payah.

Menurut Said Iqbal, program magang yang diperuntukkan bagi fresh graduate justru keliru secara konsep dan moral. “Pemagangan seperti ini salah. Silakan diberi judul, pemagangan menghina lulusan sarjana,” ujar Said Iqbal kepada wartawan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).

Said menegaskan, program magang semestinya hanya ditujukan untuk siswa atau mahasiswa yang masih aktif menempuh pendidikan, bukan untuk mereka yang telah lulus. “Kalau sudah lulus kuliah, seharusnya mereka mendapatkan pekerjaan tetap, bukan magang. Pemerintah jangan memperlakukan sarjana seperti pelajar yang sedang praktik kerja lapangan,” ujarnya.

Presiden KSPI itu menambahkan, banyak lulusan perguruan tinggi telah mengorbankan waktu, tenaga, dan biaya besar demi meraih gelar akademik mereka. Karena itu, pemerintah seharusnya menghargai jerih payah tersebut dengan menciptakan lapangan kerja layak dan tetap, bukan menawarkan posisi magang sementara.

“Orang kuliah sarjana itu susah. Mereka bayar mahal, berjuang bertahun-tahun. Tiba-tiba begitu lulus dikasih kebijakan yang aneh seperti ini. Ini kebijakan yang merendahkan martabat pendidikan tinggi,” tegasnya.

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan bahwa program Magang Nasional merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mempertemukan lulusan baru dengan dunia kerja. Ia menilai magang dapat menjadi “jembatan awal” antara pencari kerja dan perusahaan.

“Ini adalah kesempatan yang baik bagi perusahaan untuk mengenalkan perusahaannya kepada para pencari kerja dan bagi para lulusan untuk menambah pengalaman kerja,” ujar Yassierli di Jakarta, Sabtu (11/10/2025), seperti dikutip Antara.

Menurutnya, program ini juga berorientasi pada pemerataan kesempatan kerja, baik dari sisi wilayah maupun bidang studi. Pemerintah berharap variasi jenis pekerjaan yang ditawarkan dalam program ini dapat mengakomodasi berbagai latar belakang pendidikan.

“Pemerataan menjadi aspek penting dalam program ini, lintas geografi, program studi, dan sektor industri,” ujarnya.

Kemnaker mencatat, minat dunia usaha terhadap program ini cukup besar. Hingga 12 Oktober 2025, terdapat 1.112 perusahaan yang telah mendaftar untuk menerima peserta magang. Karena tingginya antusiasme tersebut, masa pendaftaran diperpanjang hingga 15 Oktober 2025.
Kepala Biro Humas Kemnaker Sunardi Manampiar Sinaga mengatakan, daftar lengkap perusahaan peserta dapat diakses melalui laman resmi Maganghub.kemnaker.go.id.

Pemerintah menyatakan program Magang Nasional 2025 dirancang untuk memberikan pengalaman kerja selama enam bulan bagi para lulusan baru. Setiap peserta magang dijanjikan upah setara Upah Minimum Provinsi (UMP).

Namun, Koalisi Serikat Pekerja bersama Partai Buruh menilai janji tersebut tak cukup menjawab masalah struktural di dunia kerja. Said Iqbal menyebut bahwa program magang nasional hanyalah cara halus untuk menekan upah dan menunda kewajiban perusahaan memberikan pekerjaan tetap.

“Magang nasional ini adalah pekerjaan sementara dengan upah minimum. Padahal, para sarjana itu butuh kepastian, bukan sekadar pengalaman. Ini bukan solusi, tapi bentuk pemiskinan terstruktur terhadap generasi muda,” ujarnya dengan nada tegas.

KSP-PB juga menilai bahwa program ini justru bisa menjadi pintu masuk eksploitasi tenaga kerja muda, karena peserta magang sering kali ditempatkan pada posisi kerja yang sama dengan karyawan tetap tanpa jaminan kepastian kerja setelah masa magang berakhir.

Selain itu, Said Iqbal menyoroti arah kebijakan ketenagakerjaan pemerintah yang menurutnya semakin neoliberal dan pro-pengusaha. Ia menilai, program-program seperti magang nasional dan fleksibilitas tenaga kerja dalam Undang-Undang Cipta Kerja telah membuat posisi pekerja semakin rentan.
“Ini kebijakan yang meniru sistem pasar bebas, bukan sistem yang berpihak pada rakyat pekerja. Pemerintah seharusnya mendorong industrialisasi yang menciptakan pekerjaan layak, bukan sekadar memberi jalan pintas dengan magang enam bulan,” kata Iqbal.

Ia mengingatkan bahwa Indonesia sedang menghadapi bonus demografi, di mana jumlah angkatan kerja muda meningkat pesat. Namun tanpa kebijakan ketenagakerjaan yang tepat, potensi itu justru bisa menjadi beban sosial baru.

“Kalau pemerintah tidak hati-hati, lulusan muda kita bisa kehilangan kepercayaan pada sistem kerja nasional. Mereka akan berpikir, untuk apa kuliah kalau ujungnya hanya magang bergaji UMP,” tutupnya.

Dengan tajamnya kritik dari Koalisi Serikat Pekerja – Partai Buruh, polemik program Magang Nasional 2025 kini menjadi ujian bagi pemerintah dalam menyeimbangkan antara kebutuhan industri dan hak-hak pekerja muda.

Di tengah semangat meningkatkan kompetensi tenaga kerja, pertanyaan utama yang masih menggantung adalah: apakah magang benar-benar membuka peluang kerja, atau justru menutup pintu masa depan mereka?