Kisah Dua Hari Bersama Perempuan-perempuan FSPMI di Pusdiklat Bogor

Kisah Dua Hari Bersama Perempuan-perempuan FSPMI di Pusdiklat Bogor

Bogor, KPonline – Dalam sejuknya udara di Puncak Bogor, di balik gedung Pusdiklat FSPMI Bogor, suara perempuan-perempuan buruh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menggema. Jumat-Sabtu (11-12/7/2025), dua hari yang bukan sekadar pertemuan biasa, melainkan perayaan keberanian, tempat para perempuan Serikat Pekerja FSPMI membangun mimpi, menyalakan pelita harapan bagi gerakan yang kerap didominasi suara laki-laki.

Adalah Serikat Pekerja Elektronik Elektrik (SPEE) FSPMI yang menginisiasi jambore Perempuan Nasional ini. Sebuah ruang belajar, berbagi, dan saling menguatkan. Tak sekadar berkumpul, tapi menegaskan bahwa perempuan juga mampu berdiri di garis depan perjuangan.

Iis Ernawati sebagai pengurus bidang perempuan Pimpinan Cabang (PC) SPEE FSPMI Purwakarta adalah sosok yang dikenal ramah namun teguh pendirian, turut hadir dengan suara yang teduh namun penuh keyakinan, ia menyampaikan kesan mendalam selama mengikuti jambore.

“Bagi saya, acara ini sangat bermanfaat. Kita, perempuan, memiliki peran penting dalam organisasi. Tidak hanya sekadar anggota yang ikut arus, tapi juga pemimpin yang membawa arah, penggerak yang menyulut semangat,” ungkapnya.

Iis pun berharap agar benih semangat ini tumbuh subur, khususnya di Purwakarta, tanah kelahirannya. “Semoga akan lebih banyak perempuan di Purwakarta yang berani tampil. Tapi keberanian itu tidak tumbuh sendiri. Ia butuh tanah yang subur, dan bagi kami, dukungan organisasi adalah tanah subur itu.”

Senada dengan Iis, Ropiah, salah satu peserta jambore yang berasal dari Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Elektronik Elektrik (SPEE) FSPMI PT. Preshion Engplas, Purwakarta, juga membagikan getaran semangat yang sama. Di sela istirahat siang, dengan senyum sederhana ia berkata, “Kegiatan ini menambah wawasan tentang berserikat, membuka cakrawala baru bagi kami para perempuan. Semoga suatu saat nanti, Purwakarta juga bisa mengadakan jambore seperti ini, khusus untuk kaum perempuan. Agar semakin banyak yang sadar, bahwa mereka punya kekuatan, punya suara, dan berhak didengar.”

Dua hari memang bukan waktu yang lama, tetapi dibalik hitungan jam itu, telah terajut ribuan benang harapan. Dari diskusi hangat, tawa yang bersahaja, hingga mimpi-mimpi kecil yang mulai menemukan bentuknya.

Di tengah dinamika gerakan buruh yang keras, perempuan sering kali dianggap hanya bayangan. Tapi jambore ini membuktikan, mereka bukan bayang-bayang. Mereka adalah cahaya yang perlahan-lahan mengusir gelapnya ketidaksetaraan.

Mungkin, kelak, FSPMI akan kembali menggelar jambore yang lebih besar. Mungkin pula, dari sana akan lahir pemimpin-pemimpin perempuan yang gagah berani, yang suaranya menggetarkan ruang-ruang perundingan, dan hatinya tetap lembut mengayomi sesama.