Bogor, KPonline, – Sepintas tidak ada yang salah dengan e-banner yang diposting oleh halaman Facebook BPJS Ketenagakerjaan. E-banner tersebut berisikan tentang tantangan “bermain” dengan aplikasi Tiktok. Saya sebut “bermain”, karena entah apa sebutan yang pas untuk aplikasi yang sebenarnya unfaedah tersebut.
Tidak hanya kaum buruh atau kalangan masyarakat pekerja yang membutuhkan hiburan. Dari ibu rumah tangga, pedagang sayur keliling, anak-anak bocah ingusan, sampai guru-guru dan guru honorer pun membutuhkan hiburan. Akan tetapi, aplikasi yang juga dikenal sebagai Douyin (Hanzi: 抖音短视频; Pinyin: Dǒuyīn duǎnshìpín; artinya “video pendek vibrato”), adalah sebuah jaringan sosial dan platform video musik Tiongkok yang dluncurkan pada September 2016 oleh Zhang Yiming, pendiri Toutiao ini pun banyak menuai kontroversi.
Ada banyak orang yang “keranjingan” Tiktok, hingga apapun momennya akan dibuat versi Tiktok-nya. Bahkan tidak jarang, ada banyak manusia-manusia yang over kreatif, tak mengenal tempat dan tak mengenal waktu, ketika membuat konten video Tiktok. Masihkah hangat di memori pikiran kita, ada beberapa oknum pelajar yang membuat konten Tiktok didalam masjid ? Atau oknum ASN yang membuat konten Tiktok, ketika masih didalam jam kerjanya ? Ada lagi ?
Kembali ke Tiktok Challenge yang diadakan oleh BPJS Ketenagakerjaan Republik Indonesia yang tercinta ini. Apakah BPJS Ketenagakerjaan sudah mulai kehilangan “kerjaan” ? Ataukah BPJS Ketenagakerjaan sudah mulai kehilangan kreatifitas dalam mempromosikan program-program kerjanya ? Hingga harus ber-Tiktok ria dan mengajak sekaligus menantang kaum pekerja ? Yang notabene adalah nasabah dari BPJS Ketenagakerjaan selama ini ?
Kaum buruh atau para kaum pekerja yang menjadi nasabah atau anggota BPJS Ketenagakerjaan selama ini, memang membutuhkan hiburan. Akan tetapi, haruskah seperti itu ? Dengan mengajak kaum buruh atau kaum pekerja untuk berjoget ria ? Sedangkan puluhan atau bahkan mungkin ratusan kasus perselisihan hubungan industrial, masih banyak yang terkatung-katung di atas meja pengadilan. Kami bahkan memberikan sebutan yang cukup akrab untuk PHI. Kuburan bagi kaum buruh.
Untuk BPJS Ketenagakerjaan, alangkah eloknya jika uang yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan selama ini, dikelola dengan sebaik-baiknya. Kalaupun digunakan untuk menggencarkan atau mempromosikan program-program yang ada di BPJS Ketenagakerjaan, alangkah indahnya digunakan untuk hal-hal yang bersifat sosial kemasyarakatan. Bahkan, jikalau bisa, dikembalikan saja kembali ke kaum buruh atau kaum pekerja, yang selama ini sebagai anggota atau nasabah BPJS Ketenagakerjaan.
Lagipula, apa yang sedang digaungkan BPJS Ketenagakerjaan atau dengan nama BP Jamsostek ini, tidak pas dan tidak tepat disaat pandemi Covid-19 yang mewabah saat ini. Terlebih-lebih, disaat sudah ada belasan juta buruh yang saat ini telah ter-PHK. Apakah elok dilihat, disebelah sini ada belasan juta buruh yang meringis dan menangis karena telah ter-PHK. Dan disaat yang sama, diseberang sana, ada ribuan buruh yang asyik berjoget, membuat konten Tiktok untuk dilombakan. Miris bukan ?
Bagaimana jika dana yang akan digunakan untuk Tiktok Challenge oleh BPJS Ketenagakerjaan tersebut, digunakan saja untuk membeli sembako. Lalu dibagi-bagikan kepada buruh-buruh yang saat ini sedang mengalami depresi akibat resesi ekonomi. Atau, buatlah program yang terbaik bagi kaum buruh, bagi kaum pekerja, yang selama ini telah membayar iuran dari tetesan keringat dan peluh mereka. Program apapun itu, apapun bentuknya, asalkan jangan program yang bergaya-gaya, berjoget ria, unfaedah dan membuat luka bagi sebagian lainnya.
Baiklah, sepertinya cukup sedikit ulasan dan masukan dari saya. Dan, hey.. kamu ! Iya.. kamu ! Tolong dong, jangan menghalangi saya. Mau bikin Tiktok nih. Oke.. satu.. dua.. tiga..
(RDW)