Ketika Dinas Ketenagakerjaan Berubah Menjadi Dinas Pengusaha Dalam Aksi Buruh di Rumah Bapak Aing

Ketika Dinas Ketenagakerjaan Berubah Menjadi Dinas Pengusaha Dalam Aksi Buruh di Rumah Bapak Aing

Bandung, KPonline-Ribuan buruh dari berbagai aliansi serikat pekerja atau serikat buruh se-Jawa Barat memadati kawasan Gedung Sate, Bandung, Rabu (24/12). Aksi unjuk rasa ini menjadi luapan kemarahan kolektif rakyat buruh yang menuntut Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menetapkan Surat Keputusan (SK) Upah Minimum 2026 sesuai rekomendasi resmi para bupati dan wali kota di seluruh Jawa Barat, bukan versi editan birokrasi.

Aksi ini dipicu oleh informasi yang beredar dari unsur serikat pekerja di Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) Jawa Barat. Mereka mengungkap adanya perubahan sepihak terhadap nilai rekomendasi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2026 di hampir seluruh daerah. Kesepakatan tripartit yang telah dibahas bersama buruh, pengusaha, dan pemerintah diduga dibegal saat masuk meja birokrasi.

Kasus paling mencolok terjadi di Kota Bandung. Nilai koefisien alpha (@) yang sebelumnya disepakati di angka 0.70, tiba-tiba diturunkan menjadi 0.60. Perubahan drastis ini disebut dilakukan sepihak oleh Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) tanpa persetujuan ulang unsur serikat pekerja. Bagi buruh, ini bukan sekadar koreksi angka, melainkan pengkhianatan terhadap forum resmi pengambilan keputusan.

Kekacauan tak berhenti di UMK. Nasib Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) bahkan lebih tragis. Dari 18 kabupaten/kota yang telah merekomendasikan UMSK, sebanyak 7 kabupaten/kota dihapus total, sementara 11 lainnya dipangkas nilai dan sektornya secara signifikan. Jerih payah buruh di sektor-sektor berat seolah dihapus dengan satu coretan pena.

Merespons kondisi ini, unsur serikat pekerja di Depeprov Jawa Barat mengambil langkah tegas dengan melakukan walkout dan menolak menandatangani berita acara rapat pleno penetapan upah minimum 2026. Sikap ini disebut sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan sepihak yang dinilai mencederai kesepakatan tripartit dan mengubur keadilan upah.

Ironisnya, di tengah penolakan tersebut, Disnaker justru menyatakan bahwa keluarnya unsur serikat pekerja dari forum berarti UMK dan UMSK otomatis tidak akan ditetapkan melalui SK. Pernyataan ini memicu kemarahan buruh karena dinilai sebagai arogansi kekuasaan sekaligus ancaman terbuka terhadap hak pekerja di Jawa Barat.

“Disnaker itu seharusnya berpihak kepada buruh, bukan ke pengusaha. Dengan pernyataan seperti ini, Dinas Ketenagakerjaan sudah berubah menjadi dinas pengusaha,” teriak seorang orator dari atas mobil komando.

Konflik upah minimum 2026 pun kian runyam. Dari Informasi terkini yang beredar dikalangan kelas pekerja yang menyebutkan koefisien alpha (@) 0,5 akan digunakan sebagai salah satu dasar rumusan penetapan upah. Jika benar, langkah ini dikhawatirkan menjadi puncak pengkhianatan terhadap rekomendasi daerah dan memicu gelombang perlawanan buruh yang lebih besar di Jawa Barat.

Dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan yang baru ini memberi tenggat waktu yang tegas, yakni gubernur harus menetapkan besaran kenaikan upah paling lambat 24 Desember 2025. Artinya, hari ini Bapak Aing sebagai Gubernur Jawa Barat harus menerjemahkan formula nasional ke dalam angka konkret melalui SKnya.