Kesenjangan Upah Layak dan Upah Minimum di Indonesia

Kesenjangan Upah Layak dan Upah Minimum di Indonesia

Bekasi, KPonline – Perbedaan antara Upah Layak dan Upah Minimum di Indonesia masih menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Upah Minimum (UMP/UMK) adalah gaji terendah yang ditetapkan hukum per provinsi/kabupaten, berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, Upah Layak (Living Wage) adalah gaji yang cukup untuk memenuhi 8 komponen kebutuhan dasar bagi pekerja dan keluarganya.

Kenyataannya, terdapat kesenjangan signifikan antara Upah Layak dan Upah Minimum di Indonesia. Data 2022 menunjukkan rata-rata Upah Layak (Rp3,8 juta) jauh di atas Upah Minimum (Rp2,7 juta). Di wilayah industri seperti Bekasi KHL buruh bisa mencapai Rp6-7 juta, sementara UMK masih Rp4,5 juta. Bahkan di Jakarta, UMP sekitar Rp5 juta, tetapi konsumsi rumah tangga rata-rata bisa mencapai Rp14,88 juta, menunjukkan UMP sangat tidak memadai.

Pemerintah sedang menyusun formula baru untuk Upah Minimum 2026 yang lebih menekankan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL), sesuai putusan MK agar upah minimum proporsional dan memenuhi standar layak. Namun, apakah ini cukup?

Koran perdjoeangan mencoba menghubungi pengurus PC SPL FSPMI Bekasi bidang pengupahan yang juga mantan anggota dewan pengupahan Kota Bekasi. Dalam keterangannya ia mengatakan bahwa apa betul pemerintah sedang menyusun formula tentang upah namun kenaikan harga kebutuhan pokok lebih dulu naik sebelum upah naik.

“Upah minimum harus naik hingga memenuhi KHL, Pengendalian inflasi (pangan, rumah tangga) dan subsidi kebutuhan dasar penting untuk menjaga daya beli buruh,” kata M. Indrayana selaku bidang pengupahan PC SPL FSPMI Bekasi.

Ia menambahkan bahwa kesenjangan Upah Layak dan Upah Minimum di Indonesia masih menjadi tantangan besar.

“Pemerintah harus mengambil langkah konkret untuk mewujudkan Upah Layak bagi pekerja Indonesia,” lanjutnya. (Yanto)