Kebebasan Pers di Indonesia dalam Kondisi Memprihatinkan

Kebebasan Pers di Indonesia dalam Kondisi Memprihatinkan

Bekasi, KPonline – Hari Kebebasan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day diperingati setiap tanggal 3 Mei untuk mengingatkan pemerintah dan publik tentang pentingnya menghormati kebebasan pers. Di Indonesia, kebebasan pers saat ini dalam kondisi memprihatinkan.

Informasi yang dihimpun koran perdjoeangan, dari keterangan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, kebebasan pers di Indonesia terus memburuk dan masa depan jurnalisme independen makin mencemaskan. Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, menyatakan bahwa serangan terhadap kebebasan pers terus meningkat, termasuk kekerasan terhadap jurnalis yang tengah melaksanakan tugas jurnalistiknya.

Pada peringatan World Press Freedom Day tahun ini, AJI mengkritik pemerintah atas kurangnya perlindungan terhadap kebebasan pers. Mereka juga menyoroti penurunan demokrasi di Indonesia yang berdampak pada kebebasan pers.

Berdasarkan laporan World Press Freedom Index 2025, indeks kebebasan pers di Indonesia turun ke posisi 127 dari 180 negara, setelah sebelumnya berada di peringkat 111 pada tahun 2024 dan 108 pada tahun 2023.

AJI juga menyoroti pentingnya jurnalisme independen dalam menjaga demokrasi yang sehat. Mereka mendorong perusahaan media untuk memprioritaskan peran jurnalis dan meningkatkan profesionalisme serta kapasitasnya dalam menghadapi tantangan jurnalisme di era digital saat ini.

Tema World Press Freedom Day 2025 adalah “Reporting in the Brave New World-The Impact of Artificial Intelligence on Press Freedom and the Media”. Tema ini menantang perusahaan media dan jurnalis untuk meningkatkan profesionalisme dan kapasitasnya dalam menghadapi perkembangan teknologi AI yang dapat mempengaruhi kebebasan pers dan keselamatan jurnalis.

Jurnalis adalah benteng kokoh bagi demokrasi yang sehat. Di tengah krisis demokrasi yang melanda Indonesia, Hari Kebebasan Pers Dunia bukan sekadar peringatan, namun seruan untuk memperkuat solidaritas, bersatu untuk melawan represi, menciptakan jurnalisme yang bermutu, dan terus berpihak pada kepentingan publik. Hanya dengan pers yang bebas, independen, dan berkelanjutan, demokrasi bisa bertahan. (Yanto)